Sabtu, 24 September 2016

Subsidi Listrik

PENDAHULUAN
            Energy listrik merupakan salah satu factor yang penting untuk mencapai sasaran pembangunan nasional, sehingga perlu diusahakan agar serasi, selaras, dan serempak dengan tahapan pembangunan nasional. Sasaran pembangunan ketenaga listrikan harus selalu menunjang setiap tahapan pembangunan nasional, dalam meningkatkan kesejahteraan masyrakat maupun dalam mendorong peningkatan ekonomi. Pentingnya peranan listrik dapat ditinjau dari penggunaannya untuk beberapa bidang yaitu antara lain: bidang produksi seperti industry dan pabrik, bidang penelitian dan riset, bidang pertahanan dan keamanan, bidang komunikasi dan media massa, bidang rumah tangga. Dan lain sebagainya.
            Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menyatakan bahwa tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional, maka usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu. UU Nomor 30 Tahun 2009 Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah berlandaskan prinsip otonomi dearah. Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh pemerintah dengan membentuk badan usaha milik Negara (Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2009).
            Dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 Pasal 33 dinyatakan bahwa tarif usaha penyediaan tenaga listrik. Pengelolaan usaha oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) selain berpedoman pada UU Nomor 30 Tahun 2009 juga berpedoman pada UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerana statusnya selain BUMN. Dengan demikian, PLN harus mengejar keuntungan sebagaiamana dalam butir Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 12 UU tersebut. Dalam kaitan ini, apabila diperlukan, pemerintahan dapat memberikan penugasan kepada BUMN untuk melakukan kewajiban pelayanan umum (Publik service obligation/PSO) dengan tetap memberikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN dan setiap penugasan kewajiban pelayanan umum harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Mentri (Pasal 66).
            Kebijakan penentuan harga jual listrik (TDL) sampai saat ini selalu mengandung subsidi listrik sebagai salah satu bentuk pemberian keringanan beban bagi masyarakat yang dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN). Penyediaan dana subsidi listrik dianggarkan dalam APBN atau APBN-Perubahan. Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah.


PERHITUNGAN DAN  PEMBAYARAN SUBSIDI LISTRIK
            Belanja subsidi ditujukkan untuk meringankan beban masyarakat yang kurang/tidak mampu guna memperoleh bahan bakar miyak (BBM), listrik, beras, pupuk, dan lainnya dengan harga yang murah atau terjangkau.Berdasarkan data realisasi subsidi APBN, selama ini meningkatnya angka subsidi APBN di-drive salah satunya yaitu oleh besaran subsidi listrik.Sejak tahun 2005, subsidi listrik memiliki kecenderungan yang terus meningkat tajam hingga tahun 2008. Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk subsidi naik Rp 88,1 triliun dari Rp 120,8 triliun (2005) menjadi Rp 208,9 triliun (2012).
            Pelaksanaan subsidi listrik oleh pemerintah pusat selama ini, dapat dibedakan menjadi dua era, yaitu sebagai berikut :
1. Era sebelum tahun 2007
1.      Golongan tarif S-1, S-2, R-1, I-1, dan B-1 diberikan untuk pelanggan dengan daya terpasang sampai dengan 450 Volt Ampere.
2.      Besarnya subsidi adalah selisih negative antara hasil penjualan listrik rata-rata (Rp/kWh) dikurangi HPP (Rp/kWh) rata-rata tegangan rendah dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap golongan tarif.
Selanjutnya pada tahun 2005 dengan adanya kebijakan harga jual listrik yang tetap (tidak disesuaikan/tidak dinaikkan), subsidi listrik diperluas dengan batasan umum sebagai berikut.
1.      Subsidi listrik diberikan kepada pelanggan dengan golongan tarif yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebihh rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di golongan tarif tersebut.
2.      Besarnya subsidi listrik dihitung dari selisih negative antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing golongan tarif tersebut dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap golongan tarif.
Pada era ini, perhitungan subsidi belum memperhitungkan adanya margin agar PLN dapat mengembangkan kemampuan investasi jangka panjangnya. Dari sudut pandang tersebtu yaitu tanpa adanya pemberian margin yang cukup bagi PLN dapat diartikan telah menyalahi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN karena penugasan kepada BUMN untuk melakukan kewajiban pelayanan umum harus tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN (dalam hal ini untuk mengejar keuntungan-Pasal 2 dan 12).
2. Era setelah tahun 2007
            Pada tahun 2007, dengan ikut mempertimbangkan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, batasan umum subsidi listrik kembali diperluas menjadi:
1.      Subsidi listrik diberikan kepada pelanggan dengan golongan tarif yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari BPP.
2.      Subsidi listrik sebagaimana dimaksud, dihitung dari selisih kurang antara harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing golongan tarif dikurangi BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing golongan tarif ditambah margin (% tertentu dari BPP) dikalikan volume penjualan (kWh) untuk setiap golongan tariff.
3.      Penentuan margin berdasarkan usul dari Menteri ESDM dengan mempertimbangkan usulan dari Menteri Negara BUMN.
Perhitungan subsidi listrik menggunakan formula, yaitu:
S= - (HJTL - BPP (1+m)) x V       

Keterangan:
S          =  subsidi listrik
HJTL   = harga jual tenaga listrik rata-rata (Rp/kWh) dari masing-masing golongan tarif
BPP     =  BPP (Rp/kWh) pada tegangan di masing-masing golongan tariff
M        =  margin (%)
V         =  Volume penjualan tenaga listrik (kWh) untuk setiap golongan tariff
            Dari uraian diatas terlihat bahwa pada era ini telah mulai diperkenalkan adanya margin sehingga telah memenuhi UU Nomor 19 tahun 2003.
Margin dalam perhitungan pembayaran subsidi listrik merupakan margin yang digunakan dalam perhitungan besaran subsidi listrik untuk menghasilkan angka subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-Perubahan.
Pembayaran subsidi listrik, yang diambil dari APBN, harus dimintakan oleh PLN secara tertulis kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. Jumlah subsidi ini dapat dibayarkan kepada sementara secara bulanan sebesar 95 % dari hasil perhitungan verifikasi. Besarnya subsidi listrik dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan bedasarkan laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan. Apabila terdapat selisih kurang pembayaran subsidi listrik antara yang telah dibayar kepada PLN dengan hasil audit, jumlah selisih kurang dimaksud setelah mendapat persetujuan dari Menteri keuangan dapat diusulkan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya atau APBN-Perubahan tahun anggaran berikutnya. Apabila terdapatselisih lebih pembayaran subsidi listrik segera menyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke rekening kas umum Negara Nomor 502.000000 di Bank Indonesia sebagai penerimaan Negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Besaran subsidi ini diperoleh per golongan tariff dan per jenis tegangan (tegangan tinggi, tegangan menengah, tegangan rendah).Tariff dasar listrik (TDL) yang berlaku saat ini adalah berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2011 tanggal 7 Februari 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.

BIAYA POKOK PENYEDIAAN
            Peraturan Menteri Keuangan nomor 111/PMK.02/2007 tanggal 14 September 2007 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.02/2007 tanggal 17 Desember2007 tentang Perubahan Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik, menyatakan bahwa subsidi listrik diberikan kepada pelanggan dengan golongan tariff yang harga jual tenaga listrik rata-ratanya lebih rendah dari BPP tenaga listrik pada tegangan di golongan tariff tersebut. Pemberian subsidi dimaksud dilaksanakan melalui PT PLN (Persero).


Komponen BPP sebagaimana dimaksud dalam meliputi:
1.      Pembelian tenaga listrik termasuk sewa pembangkit
2.      Biaya bahan bakar yang terdiri dari:
Ø  Bahan bakar minyak
Ø  Gas alam
Ø  Panas bumi
Ø  Batu bara
Ø  Minyak pelumas
Ø  Biaya retribusi air permukaan
3.      Biaya pemeliharaan yang terdiri dari:
Ø  Material
Ø  Jasa borongan
4.      Penyusutan atas aset tetap operasional; dan/atau
5.      Beban bunga dan keuangan yang digunakan untuk penyediaan tenaga listrik
Komponen BPP sebagaimana dimaksud, tidak termasuk:
1.      Biaya-biaya penyediaan tenaga listrik untuk daerah-daerah yang tidak mengenakan tarif dasar listrik (TDL)
2.      Beban usaha pada unit penunjang yaitu jasa penelitian dan pengembangan, jasa sertifikasi, jasa engineering, jasa dan produksi, jasa manajemen konstruksi, serta jasa pendidikan dan latihan
3.      Biaya tidak langsung yang terdiri dari:
ü  Pemeliharaan wisma dan rumah dinas
ü  Kepegawaian wisma dan rumah dinas
ü  Pakaian dinas
ü  Asuransi pegawai
ü  Perawatan kesehatan pegawai
ü  Biaya pegawai lainnya
ü  Biaya lainnya wisma dan rumah dinas
ü  Sewa rumah untuk pejabat
ü  Penyisian piutang ragu-ragu
ü  Penyisihan material
ü  Bahan makanan dan konsumsi
ü  Penyusutan wisma dan rumah dinas
ü  Pajak penghasilan/UTBP; dan
ü  Biaya usaha lainnya.
BPP dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral cq. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi.Penetapan formula BPP termasuk juga penetapan besaran perkiraan susut jaringan untuk satu tahun. Data BPP sementara (Rp/kWh) per tegangan di masing-masing golongan tafir merupakan data BPP sementara yang digunakan dalam penetapan jumlah subsidi listrik dalam APBN atau APBN-Perubahan atau berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PLN.
KESIMPULAN
Pada dasarnya, biaya pembangkit terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.Sekitar 60 persen biaya pembangkit disumbang dari komponen biaya bahan bakar.Biaya bahan bakar merupakan biaya variable yang paling signifikan tehadap biaya pembangkit.Biaya variable lainnya adalah biaya pemeliharaan yang nilainya bergerak sesuai dengan jumlah produksi tenaga listrik oleh pembangkit listrik tersebut. Sedangkan biaya tetap pembangkit terdiri dari: biaya kepegawaian, biaya administrasi, biaya beban bunga, dan penyusutan. Biaya-biaya ini tetap ada walaupun pembangkit listrik tidak memproduksi tenaga listrik.
Factor-faktor makroekonomi yang memperngaruhi biaya pokok penyediaan listrik untuk harga energy primer adalah Indonesian Crude Petroleum, batu bara dunia, gas dan panas bumi;inflasi Indonesia dan dunia; kurs rupiah terhadap dolar AS. Sedangkan factor-faktor industry listrik yang mempengaruhi biaya pokok penyediaan listrik adalah alpha Pertamina untuk bahan bakar minyak (HSD, IDO, dan MFO); pajak pertambahan nilai BBM; susut jaringan tegangan tinggi, tegangan menengah dan tegangan rendah; tingkat margin dari BPP; tingkat pertumbuhan permintaan listrik. Semua factor asumsi, makroekonomi maupun industry, memenuhi besaran biaya pembangkit, melalui biaya variable maupun biaya tetap.Biaya variable pembangkit tersebut menjadi masukan bagi model biaya pokok penyediaan.Pengendalian yang baik atas subsidi listrik adalah melalui pengendalianBPP listrik dan biaya pembangkit sehingga tetap ada usulan perubahan besaran subsidi listrik oleh PLN pada akhirnya tidak berdampak pada meningkatnya risiko fiscal. Untuk itu, diperlukan informasi akuntansi untuk membuat prediksi-prediksi dan estimasi mengenai subsidi listrik yang akan dating dan dikaitkan dengan keadaan ekonomi dan politik pada saat tertentu.




Pertanyaan:
1.Bagaimana perhitungan subsidi listrik dengan penggunaan formula..?
2.Pada masa era manakah subsidi listrik paling menguntungkan bagi masyarakat..?
3.apa saja dampak yang terjadi terhadap perekonomian masyarakat jika subsidi listrik di cabut..?
4.apakah subsidi listrik sama besarannya tiap golongan pengguna..?
5.Dengan besarnya subdisi yang di berikan pemerintah ke pada masyarakat apakah itu membebani anggaran pemerintah..?
6.apa saja perbedaan subsidi era sebelum tahun 2007 dengan era setelah 2007..?
7.Dasar hukum apa yang bisa menjelaskan tentang subsidi listrik..?
8.Bagaimana pelayanan PLN terhadap masyarakat pada saat ini..?
9.apakah PLN itu di kuasai seluruhnya oleh BUMN..?
10. Pada UUD berapa Tarif tenaga Listrik di tetapkan...?  












DAFTAR PUSTAKA
Murray, B. 2009.Power Markets and Economics: Energy Costs, Trading, Emissions. AS: penerbit Wiley.
Republik Indonesia.Peraturan Menteri keuangan Nomor 111/PMK.02/2007 tanggal 14 September 2007 tentang Tata Cara Penyediaan Anggara, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.
___. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.02/2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang Perubahan Tata Cara Penyediaan Anggaran, Perhitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Subsidi Listrik.
__. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2011 tanggal 7 Februari 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.
__. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

__. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar