Sabtu, 24 September 2016

Pendapatan Asli daerah pajak hotel dan restoran


A.Pendapatan Asli Daerah (PAD)
   1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.
    2. Sumber Pendapatan Asli Daerah
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada bab V (lima) nomor 1 (satu) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari:
            a. Pajak Daerah
Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan,
 Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda .
Diantaranya yaitu :
1.Sebagai sumber pendapatan daerah (budegtary)
2.Sebagai alat pengatur (regulatory
            b. Retribusi Daerah
Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997, sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang baru di satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
·         .Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
·         .Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
·         .Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.


c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat.
            d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah        
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini juga merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004  mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah meliputi:
·         .Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
·         .Jasa giro.
·         .Pendapatan bunga.
·         .Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
·         .Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.

B.MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
Reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dikatakan cukup terlambat hampir dua dasawarsa dibandingkan dengan reformasi yang telah dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat. Pemrintah Indonesia juga termasuk terlambat jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Selandia Baru yang sudah sejak taun 1970 dan 1980 telah melakukan serangkain reformasi dibidang manajemen keuangan publik. Singapura misalnya, telah menggunakan anggaran berbasis kinerja (perfomance budget) sejak tahun 1980, sedangkan pemerintah daerah di Indonesia baru menerapkannya tahun 2001. Pemerintah Inggris telah memulai mereformasi sektor publiknya dengan konsep  New Public Managemenet  sejak tahun 1980an. Amerika Serikat menggunakan anggaran dengan pendekatan Planning Programming budgeting system (PPBS) secara luas tahun 1965 dan Zero Base Budgeting (ZBB) tahun 1973. Selandia baru secara radikal menggunakan akuntansi akrual sejak tahun 1990an. Meskipun relatif terlambat, reformasi manajemen keungan sektor publik di Indonesia dapat dikatakan mengalami kemajuan cukup pesat.
Jika dilihat dari aspek historis,perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu : 1, era pra-otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (1974-1999), 2, era transisi otonomi (2000-2003), dan 3, era pascatransisi (2001-sekarang). Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru berdasarkan UU No 5 Tahun 1974 yang bersifat sentralistis,  Top down planning dan budgeting, penggunaan anggaran tradisional, rezim anggaran berimbang (balance budget), sistem pembukuuan tunggal (single entry) dan akuntansi basis kas (cash basis). Selama masa pra-otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut praktis belum ada sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, yang ada baru sebatas tata buku. Pengelolaan keunganan daerah mendasarkan pada buku Manual Administrasi Keuangan Daerah (MAKUDA) tahun 1981 yang pada esensinya belum merupakan sistem akuntansi, tapi sekadar penatausahaan keuangan atau tata buku.

a.      Aspek Utama Reformasi Manajemen Keuangan Daerah
Aspek utama reformasi manajemen keuangan daerah meliputi:
1.Perubahan sistem anggaran dari sistem anggaran tradisional menjadi sistem anggaran berbasis prestasi kerja
2.Perubahan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah dari sistem sentralisasi pada bagian keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-masing satuan kerja
3.Perubahan sistem akuntansi dari sistem tata buku (single entry bookkeeping) menjadi sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping).
4.Perubahan basis akuntansi dari basis basis kas (cash basis) menjadi basis akrual (accrual basis).


b.      Siklus Manajemen Pendapatan Daerah
Tahapan siklus manajeman pendapatan daerah adalah:
1.Identifikasi sumber pendapatan
Pada tahap identifikasi, kegiatan yang dilakukan berupa pendapatan sumber-sumber pendapatan termasuk menghitung potensi pendapatan. Identifikasi pendapatan pemerintah meliputi:

·         Pendapatan objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak
·         Pendapatan objek retribusi, subjek retribusi dan wajib retribusi
·         Pendapatan sumber penerimaan bukan pajak
·         Pendapatan lain-lain pendapatan yang sah
·         Pendapatan potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan.

2.Administrasi pendapatan
Administrasi pendapatan sangant penting dalam siklus manajemen pendapatan sebab tahap ini akan menjadi dasar untuk melakukan koleksi pendapatan. Pada tahap administrasi pendapatan, kegiatan yang dilakukan meliputi:
·         Penetapam wajib pajak dan retribusi
·         Penentuan jumlah pajak dan retribusi
·         Penetapan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah dan Nomor Pokok Wajib Pajak Retribusi
·         Penertiban Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Ketetapan Retribusi

3.Koleksi Pendapatan
Tahap koleksi pendapapatan eliputi penarikan, pemungutan, penagihan dan pengumpulan pendapatan baik yang berasal dari wajib pajak daerah dan retribusi daerah, dana perimbangan dari pemerintah pusat, maupun sumber lainnya. Khusus untuk pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat digunakan beberapa sistem, antara lain:
·         Self  assesment system
·         Afficial assesment system
·         Join colection





4. Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan
Setelah dilakukan pengumpulan pendapatan, tahap berikutnya adalah pencatatan pendapatan ke dalam sistem akuntansi. Pada prinsipnya setiap penerimaan pendapatan harus segera disetor ke rekening kas umum daerah pada hari itu juga atau paling lambat sehari setelah diterimanya pendapatan tersebut. Untuk menampung seluruh sumber pendapatan perlu dibuat satu rekening tunggal (treasury single account), Selanjutnya penerimaan pendapatan tersebut dibukukan dalam buku akuntansi, berupa jurnal penerimaan kas, buku pembantu, buku besar kas, dan buku besar penerimaan perincian objek pendapatan. Kemudian buku catatan akuntansi tersebut akan diringkas dan dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah yaitu, Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa pemda telah membangun sistem akuntasi pendapatan yang baik, sehingga tidak ada pendapatan daerah yang tidak dicatat dalam sistem akuntasi pemda. Untuk itu, dengan sistem akuntansi pendapatan yang baik maka tidak perlu lagi terdapat dana nonbudgeter yang dipermasalhkan tranparansi dan akuntabilitasnya.

c.       Mengenali Sumber Pendapatan Daerah
Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi diskal, namun pelkasnaan otonomi tersebut harus tetap berada dalam koridor hukum Negara Kesatua Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal sumber penerimaan yang menjadi hakpemerintah daerah, Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah.
             
A.     Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah
Manajemen pemerintah daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola potensi fiskal daerah. Potensi fiskal daerah adalah kemampuan daerah dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan yang sah. Berhasil tidaknya pemerintah daerah dalam memperoleh pendapatan daerah sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen pemerintah daerah dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah


B.     Perluasan Basis Penerimaan
                   Peningkatan pendapatan dapat dilakukan pada tataran kebijakan maupun perbaikan administrasinya. Upaya melakukan perluasan basis penerimaan adalah memperluas sumber penerimaan. Melalui kebujakan yang dimaksud perluasan basis penerimaan adalah memperluas sumber penerimaan. Untuk memperluas basis penerimaan, pemerintah daerah dapat melakukannya dengan cara berikut:
·         Mengidentifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/ retribusi baru
·         Mengevaluasi tarif pajak/ retribusi
·         Meningkatkan basis data objek pajak/ retribusi
·         Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/ retribusi.
C.     Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan
                   Untuk mengoptimalkanperolehan pendapatan, pemerintah daerah harus melakukan pengawasan dan pengendalian yang memadai. Sumber-sumber kebocoran harus diidentifikasi dan segera diatasi. Kebocoran pendaptan bisa disebabkan karena penghidaran pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), pungut liar, atau korupsi petugas. Untuk mengurangi kebocoran pendapatan beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
·         Melakuakn audit, baik rutin maupun insidental
·         Memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah
·         Memberikan penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat pajak dan hukuman (sanksi) yang berat bagi yang tidak mematuhinya
·         Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan pendapatan.

d.      Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak
                   Efisiensi administrasi pajak sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja penerimaan daerah. Masyarakat yang sebenarnya sudah memiliki kesadaran membayar pajak bisa jadi enggan membayar pajak karena alasan rumitnya mengurus pajak. Demikian pula investor yang ingin berinvestasi di daerah seringkali enggan masuk ke daerah karena hambatan birokrasi termasuk administrasi pajak yang berbelit-belit dan berbagai pungutan di daerah. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi adminsitrasi pajak, yaitu sebagai berikut:
·         Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih muda dan sederhana
·         Mengurangi biaya pemungutan pendapatan
·         Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, seperti bank, kantor pos, koperasi, dan pihak ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam membayar pajak.
4) 

e.       Transparansi dan Akuntabilitas
                   Aspek penting lainnya dalam sistem manajemen penerimaan daerah adalah transparasni dan akuntabilitas. Dengan adanya tranparansi dan akuntabilitas maka pengawasan dan pengendalian manajemen pendapatan daerah akan semakin baik. Selain itu, kebocoran pendapatan juga dapat lebih ditekan. Untuk melaksanakan prinsip tranparansi dan akuntabilitas ini memang membutuhkan beberapa persyaratan.
·         Adanya dukungan Teknologi Informasi (TI) untuk membangun Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah
·         Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai
·         Tidak adanya korupsi sistemik di lingkungan entitas pengelola pendapatan daerah.

 

C.Pajak Hotel

A, pengertian pajak hotel

Hotel adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, rumah singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).Pajak Hotel adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan oleh Hotel.adapun objek dan subjek hotel yaitu, Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan.Subjek Pajak Hotel adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada Hotel.
A.. Tarif pajak Hotel
1.      Dasar Pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel.
2.      Tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan.
3.      Tarif Pajak Rumah kost ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dasar pengenaan.
C. Wilayah Pungutan, Masa Pajak, perhitungan dan Saat pajak Terutang
  1. Pajak Hotel yang terutang dipungut dalam wilayah Kota Pekanbaru.
  2. Masa Pajak Hotel adalah 1 (satu) bulan kalender setelah pembayaran kepada Hotel yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang.
  3. Besarnya Pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
D.Pajak Restoran
a.pengertian pajak restoran.
  1. Restoran adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, bar, dan sejenisnya termasuk juga jasa boga dan catering
  2. Warung adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran yang berada di Lingkungan Pemukiman Masyarakat dan sejenisnya;
  3. Kantin adalah Fasilitas penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran yang berada di Lingkungan Kantor, Sekolah, Pabrik, Rumah Sakit dan sejenisnya.
  4. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan Restoran dengan pembayaran;
  5. Subjek Pajak Restoran adalah Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada Restoran;
  6. Wajib Pajak Restoran adalah Orang Pribadi atau Badan sebagai Pemilik atau Pengusaha Restoran;
  7. Masa Pajak Restoran adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan kalender
b.Tarif Pajak Restoran : 
  1. Dasar Pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.
  2.  Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (Sepuluh persen) dari dasar pengenaan pajak.
  3. Tarif Pajak kantin dan warung ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dasar pengenaan pajak.
c.Wilayah Pungutan, Masa Pajak, Perhitungan dan Saat Pajak Terutang :
  1. Pajak Restoran yang terutang dipungut dalam wilayah Kota Pekanbaru.
  2. Masa Pajak Restoran adalah 1 (satu) bulan kalender setelah pembayaran kepada Restoran yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.
  3. Besarnya Pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak.

E. Upaya Pemerintah Daerah Untuk Mengoptimalkan Pendapatan Pajak Hotel Dan Restoran

Di tengah krisis saat ini, langkah-langkah intervensi Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong terciptanya keseimbangan perekonomian di daerah dalam menjawab tantangan otonomi daerah. Konsep berpikir yang lebih mendorong terciptanya peran Pemerintah Daerah sebagai regulator yang melahirkan kebijakan fiskal di daerah guna mengatasi masalah pengangguran dan resesi. Dunia usaha khususnya usaha pengelolaan hotel kini benar-benar harus mengurangi jasa pelayanan sebagai dampak melemahnya permintaan dari masyarakat. Dunia usaha juga dihadapkan pada sulitnya mencari sumber pembiayaan dari perbankan.
Perbankan tidak lagi berani memberikan kredit dengan bunga bersaing pada dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Di sisilain, upaya Pemerintah Daerah dalam menggunakan anggarannya ternyata juga belum maksimal. Padahal, utilisasi dari penggunaan Anggaran Pembangunan Pemerintahan Daerah sangatlah penting, karena hal itu akanmendorong terciptanya kondisi bisnis yang lebih sehat. Apabila anggaran tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur, misalnya, bagi dunia usaha perhotelan, hal itu menjadi peluang untuk lebih efisien dalam melakukan distribusi usahanya.
Kelancaran tersebut akan berimbas pada berkurangnya ekonomi biaya tinggi yang selama ini dirasakan oleh duniausaha jasa perhotelan.Peran Pemerintah Daerah sebagai regulator yang melahirkan kebijakan fiskal guna meningkatkan permintaan agregat. Salah satu langkah untuk meningkatkan permintaan agregat adalah melaluipemotongan pajak dan pemotongan kenaikan belanja Pemerintah Daerah. Hal tersebut penting untuk mengatasi masalah resesi.
Di sisi lain Pemerintah Daerah tetap melakukan eksploitasi terhadap penerimaan Pajak Daerah. Tidak bisa disangkal lagi bahwa penerimaanpadasektor Pajak Daerah merupakan bagian penting dalam menjaga pendapatan daerah. Pemahaman Wajib Pajak mengenai pajak itu sendiri sedikit banyak juga memberikan peranan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.Definisi dan Unsur PajakPada dasarnya pajak merupakan iuran wajib yang disetorkan rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Dalam konteks Pajak Daerah iuran diberikan oleh orang pribadi atau badan kepada Pemerintah Daerah dan digunakan dalam membiayai pengeluaran dan belanja daerah. Proses pemungutan pajak tersebut harus berdasarkan Undang-Undang,jika tidak ada Undang­Undang yang mengatur maka pajak tersebut merupakan pencurianataupun perampokan terhadap Wajib Pajak.Untuk mengetahui dengan jelas pengertian pajak, maka berikut ini akan dikemukakan definisi-definisi pajak yang diambil dari beberapa sumber yaitu:

1.Menurut Prof. J.A. Andriani pajak adalah iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum terkait dengan penyelenggaraanpemerintahan(Waluyo dan Illyas, 2003).

2.Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untukmembiayai pengeluaran umum(Waluyo dan Illyas, 2003)

3.Suandy (2002) menjelaskan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, tanpa ada kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.Dengan kata lain, pajak merupakan suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu (Resmi, 2007).





Dari beberapa definisi pajak di atas dapat didefinisikan beberapa unsur pajak sedemikian hingga pemungutan pajak merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem pemerintahan suatu negara.Beberapa unsur pajak menurut Mardiasmo (2003), antara lain:

1.Iuran dari rakyat kepada negara
Iuran tersebut berupa uang yang diberikan warga negara kepada negara sebagai bentuk pengabdian. Yang berhak melakukan pemungutan pajak hanyalah negara.
2.Berdasarkan undang-undang
Pemungutan yang tidak berdasarkan undang-undang dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk perampokan.
3.Tanpa jasa kontraprestasi
Pembayaran pajak oleh wajib pajak tidak serta merta mendapatkan jasa timbal balik dari negara yang secara langsung dapat dinikmati oleh wajib pajak.
4.Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
Pengeluaran rutin negara untuk kepentingan masyarakat luas dibiayai dari pajak.Negara mempunyai hak untuk memungut pajak dan setiap warga negara yang merupakan Wajib Pajak berkewajiban untuk membayar pajak. Seorang warga negara merupakan Wajib Pajak apabila memiliki 2 unsurpajak sekaligus yaitu subjek serta objek pajak. Jika seorang warga Negara mempunyai objek pajak akan tetapi bukan seorang subjek pajak maka Di Indonesia terdapat 3 asas pemungutan pajak, antara lain:
a.Asas domisili
Pada asas ini pengenaan pajak ditekankan pengahasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia, baik penghasilan yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri.


b.Asas sumber
Atas penghasilan yang bersumber pada wilayah Indonesia, negara berhak mengenakan pajak tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.Asas Kebangsaan
Untuk Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan kepada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia.

Untuk mengetahui contoh-contoh pajak yang terdapat di Indonesia, terdapat pengelompokan-pengelompokan untuk lebih mempermudah dalam memahami pajak-pajak tersebut.
Suandy (2006) menyebutkan terdapat beberapa sistem pemungutan pajak yang dikenal di Indonesia, antara lain:
1.Official Assesment System
Besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak ditentukan oleh pemerintah (fiskus).
2.Self Assesment System
Wajib Pajak diberi wewenang untuk menetapkan dan menentukan besarnya pajak terutang.
3.With Holding System
Merupakan suatu sistem yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besanya pajak terutang.
Pajak yang terdapat di Indonesia dikelompokan menjadi 3 kategori, antara lain:
1.Pajak menurut golongannya
a.Pajak Langsung
Merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
b.Pajak Tidak Langsung
Merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai


2.Pajak menurut sifatnya
a.Pajak Subyektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b.Pajak Obyektif
Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3.Pajak menurut lembaga pemungutnya
a.Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untukmembiayai rumah tangga negara.Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
b.Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1.Pajak Propinsi
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2.Pajak Kabupaten/Kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.





Kesimpulan :
Dari uraiyan diatas dapat di simpukan bahwa perlakuan UU otonomi daerah yang diikuti dengan lahirmya kebijakan-kebijakan pemerintah tentang penggelolaan keuangan daerah, menuntu daerah pemerintah daearah harus lebih mampu melakukan manajeman terhadap sumber-sumber pendapatannya. Manajemen keuagan pemerintah berfokus pada bagaimana pemerintah mendapatkan dana dan bagaimana pemerintah mengaokasikan dana tersebut (haw toget funt and  how to allocate the fund ).unsur-unsur trasparansi,akuntabe, dan efisiensi, tentu harus dapat di penuhi sebagai sarat terwujudnya govermance.          
Untuk melaksanakan pembagunan secara maksimal tentu harus didukung oleh kemampuan pendanaan daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah yang potensiall adalah dari sektor pajak daerah .

Pertanyaan :
1.Jelaskan defenisi Pendapatan Asli Daerah !
2.Jelaskan Sumber Pendapatan Asli Daerah !
3Sebutkan Pendapatan Asli Daerah yang sah !
4.Jelaskan apa itu Manajemen Keuangan Daerah ?
5.Sebutkan dan jelaskan tahapan siklus Manajemen Pendapatan Daerah !
6.Jelaskan defenisi Pajak Hotel !
7.Jelaskan secara singkat upaya pemeintah daerah untuk mengoptimalkan pendapatan pajak hotel dan restoran !
8.Jelaskan defenisi pajak menuut para ahli !
9.Jelaskan pengertian pajak restoran !
10.Sebutkan dan jelaskan sistem pemungutan pajak di Indonesia !


















DAFTAR PUSTAKA


Fitriandi, Primandita dkk. 2007. Kompilasi Undang-Undang PerpajakanJakarta:Salemba Empat.
Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen Edisi III. Yogyakarta.
Hayden, Chaterine. 1999. Leksidon Manajemen Strategi.Yogyakarta.
Mardiasmo. 2003. Perpajakan,Edisi Revisi. Yogyakarta.
Bambang Kesit. 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi III. Jakarta: Salemba Empat.
Soemarso. 2007. Perpajakan: Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.
Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentangKetentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar