A.Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli
daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan
daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat
dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan
pembangunan daerah.
2. Sumber Pendapatan Asli Daerah
Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar
mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat
mandiri. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada bab V (lima) nomor 1 (satu)
disebutkan bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari:
a. Pajak Daerah
Menurut UU No
28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi
wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Berdasarkan UU nomor 28 tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi
beberapa sebagai berikut, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan,
Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang
Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Pajak Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak pada
umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda .
Diantaranya yaitu :
1.Sebagai sumber pendapatan daerah
(budegtary)
2.Sebagai alat pengatur (regulatory
b. Retribusi Daerah
Pemerintah
pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini dicabut UU Nomor 18
Tahun 1997, sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya
UU pajak dan retribusi daerah yang baru di satu sisi memberikan keuntungan
daerah dengan adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada
beberapa sumber pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh
lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU
Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat
dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu
retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
·
.Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
·
.Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
·
.Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai
pembayarann atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah
yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Undang-undang
nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek pendapatan yang mencakup bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN dan bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta maupun kelompok masyarakat.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah yang sah, disediakan
untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini juga
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah
daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004
mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah
meliputi:
·
.Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
·
.Jasa giro.
·
.Pendapatan bunga.
·
.Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
·
.Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.
B.MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
Reformasi manajemen keuangan daerah di
Indonesia dapat dikatakan cukup terlambat hampir dua dasawarsa dibandingkan
dengan reformasi yang telah dilakukan oleh negara-negara maju di Eropa dan
Amerika Serikat. Pemrintah Indonesia juga termasuk terlambat jika dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Selandia Baru
yang sudah sejak taun 1970 dan 1980 telah melakukan serangkain reformasi
dibidang manajemen keuangan publik. Singapura misalnya, telah menggunakan
anggaran berbasis kinerja (perfomance
budget) sejak tahun 1980, sedangkan pemerintah daerah di Indonesia baru
menerapkannya tahun 2001. Pemerintah Inggris telah memulai mereformasi sektor
publiknya dengan konsep New Public Managemenet sejak tahun 1980an. Amerika Serikat
menggunakan anggaran dengan pendekatan Planning
Programming budgeting system (PPBS) secara luas tahun 1965 dan Zero Base Budgeting (ZBB) tahun 1973.
Selandia baru secara radikal menggunakan akuntansi akrual sejak tahun 1990an.
Meskipun relatif terlambat, reformasi manajemen keungan sektor publik di
Indonesia dapat dikatakan mengalami kemajuan cukup pesat.
Jika dilihat dari aspek historis,perjalanan
reformasi manajemen keuangan daerah di Indonesia dapat dibagi dalam tiga fase,
yaitu : 1, era pra-otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (1974-1999), 2, era
transisi otonomi (2000-2003), dan 3, era pascatransisi (2001-sekarang). Era
pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru berdasarkan UU
No 5 Tahun 1974 yang bersifat sentralistis, Top down planning dan budgeting,
penggunaan anggaran tradisional, rezim anggaran berimbang (balance budget),
sistem pembukuuan tunggal (single entry) dan akuntansi basis kas (cash basis).
Selama masa pra-otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tersebut praktis belum
ada sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, yang ada baru sebatas tata
buku. Pengelolaan keunganan daerah mendasarkan pada buku Manual Administrasi
Keuangan Daerah (MAKUDA) tahun 1981 yang pada esensinya belum merupakan sistem
akuntansi, tapi sekadar penatausahaan keuangan atau tata buku.
a.
Aspek Utama Reformasi Manajemen Keuangan Daerah
Aspek utama
reformasi manajemen keuangan daerah meliputi:
1.Perubahan
sistem anggaran dari sistem anggaran tradisional menjadi sistem anggaran
berbasis prestasi kerja
2.Perubahan
kelembagaan pengelolaan keuangan daerah dari sistem sentralisasi pada bagian
keuangan sekretariat daerah menjadi sistem desentralisasi ke masing-masing
satuan kerja
3.Perubahan
sistem akuntansi dari sistem tata buku (single
entry bookkeeping) menjadi sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping).
4.Perubahan
basis akuntansi dari basis basis kas (cash
basis) menjadi basis akrual (accrual
basis).
b.
Siklus Manajemen Pendapatan Daerah
Tahapan siklus
manajeman pendapatan daerah adalah:
1.Identifikasi sumber pendapatan
Pada tahap
identifikasi, kegiatan yang dilakukan berupa pendapatan sumber-sumber
pendapatan termasuk menghitung potensi pendapatan. Identifikasi pendapatan
pemerintah meliputi:
·
Pendapatan
objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak
·
Pendapatan
objek retribusi, subjek retribusi dan wajib retribusi
·
Pendapatan
sumber penerimaan bukan pajak
·
Pendapatan lain-lain
pendapatan yang sah
·
Pendapatan
potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan.
2.Administrasi pendapatan
Administrasi pendapatan sangant penting dalam
siklus manajemen pendapatan sebab tahap ini akan menjadi dasar untuk melakukan
koleksi pendapatan. Pada tahap administrasi pendapatan, kegiatan yang dilakukan
meliputi:
·
Penetapam wajib
pajak dan retribusi
·
Penentuan
jumlah pajak dan retribusi
·
Penetapan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah dan Nomor Pokok Wajib Pajak Retribusi
·
Penertiban
Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Ketetapan Retribusi
3.Koleksi Pendapatan
Tahap koleksi pendapapatan eliputi penarikan,
pemungutan, penagihan dan pengumpulan pendapatan baik yang berasal dari wajib
pajak daerah dan retribusi daerah, dana perimbangan dari pemerintah pusat,
maupun sumber lainnya. Khusus untuk pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah dapat digunakan beberapa sistem, antara lain:
·
Self assesment system
·
Afficial
assesment system
·
Join colection
4. Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan
Setelah dilakukan pengumpulan pendapatan, tahap
berikutnya adalah pencatatan pendapatan ke dalam sistem akuntansi. Pada
prinsipnya setiap penerimaan pendapatan harus segera disetor ke rekening kas
umum daerah pada hari itu juga atau paling lambat sehari setelah diterimanya
pendapatan tersebut. Untuk menampung seluruh sumber pendapatan perlu dibuat
satu rekening tunggal (treasury single
account), Selanjutnya penerimaan pendapatan tersebut dibukukan dalam buku
akuntansi, berupa jurnal penerimaan kas, buku pembantu, buku besar kas, dan
buku besar penerimaan perincian objek pendapatan. Kemudian buku catatan
akuntansi tersebut akan diringkas dan dilaporkan dalam laporan keuangan
pemerintah daerah yaitu, Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus
Kas. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa pemda telah membangun sistem
akuntasi pendapatan yang baik, sehingga tidak ada pendapatan daerah yang tidak
dicatat dalam sistem akuntasi pemda. Untuk itu, dengan sistem akuntansi
pendapatan yang baik maka tidak perlu lagi terdapat dana nonbudgeter yang dipermasalhkan tranparansi dan akuntabilitasnya.
c.
Mengenali Sumber Pendapatan Daerah
Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi
secara luas dan desentralisasi diskal, namun pelkasnaan otonomi tersebut harus
tetap berada dalam koridor hukum Negara Kesatua Republik Indonesia (NKRI).
Dalam hal sumber penerimaan yang menjadi hakpemerintah daerah, Undang-Undang No
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah
menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah.
A.
Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah
Manajemen pemerintah daerah sangat erat
kaitannya dengan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola potensi fiskal
daerah. Potensi fiskal daerah adalah kemampuan daerah dalam menghimpun
sumber-sumber pendapatan yang sah. Berhasil tidaknya pemerintah daerah dalam
memperoleh pendapatan daerah sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen
pemerintah daerah dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah
B.
Perluasan Basis Penerimaan
Peningkatan pendapatan dapat
dilakukan pada tataran kebijakan maupun perbaikan administrasinya. Upaya
melakukan perluasan basis penerimaan adalah memperluas sumber penerimaan.
Melalui kebujakan yang dimaksud perluasan basis penerimaan adalah memperluas
sumber penerimaan. Untuk memperluas basis penerimaan, pemerintah daerah dapat
melakukannya dengan cara berikut:
·
Mengidentifikasi
pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/ retribusi baru
·
Mengevaluasi
tarif pajak/ retribusi
·
Meningkatkan
basis data objek pajak/ retribusi
·
Melakukan
penilaian kembali (appraisal) atas
objek pajak/ retribusi.
C.
Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan
Untuk mengoptimalkanperolehan
pendapatan, pemerintah daerah harus melakukan pengawasan dan pengendalian yang
memadai. Sumber-sumber kebocoran harus diidentifikasi dan segera diatasi.
Kebocoran pendaptan bisa disebabkan karena penghidaran pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), pungut liar, atau korupsi petugas.
Untuk mengurangi kebocoran pendapatan beberapa langkah yang dapat dilakukan
antara lain:
·
Melakuakn
audit, baik rutin maupun insidental
·
Memperbaiki
sistem akuntansi penerimaan daerah
·
Memberikan
penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat pajak dan hukuman (sanksi)
yang berat bagi yang tidak mematuhinya
·
Meningkatkan
disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan pendapatan.
d.
Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak
Efisiensi administrasi pajak sangat berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja penerimaan daerah. Masyarakat yang sebenarnya
sudah memiliki kesadaran membayar pajak bisa jadi enggan membayar pajak karena
alasan rumitnya mengurus pajak. Demikian pula investor yang ingin berinvestasi
di daerah seringkali enggan masuk ke daerah karena hambatan birokrasi termasuk
administrasi pajak yang berbelit-belit dan berbagai pungutan di daerah.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk
meningkatkan efisiensi adminsitrasi pajak, yaitu sebagai berikut:
·
Memperbaiki
prosedur administrasi pajak sehingga lebih muda dan sederhana
·
Mengurangi
biaya pemungutan pendapatan
·
Menjalin
kerjasama dengan berbagai pihak, seperti bank, kantor pos, koperasi, dan pihak
ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam membayar pajak.
4)
e.
Transparansi dan Akuntabilitas
Aspek penting lainnya dalam sistem manajemen
penerimaan daerah adalah transparasni dan akuntabilitas. Dengan adanya
tranparansi dan akuntabilitas maka pengawasan dan pengendalian manajemen
pendapatan daerah akan semakin baik. Selain itu, kebocoran pendapatan juga
dapat lebih ditekan. Untuk melaksanakan prinsip tranparansi dan akuntabilitas
ini memang membutuhkan beberapa persyaratan.
·
Adanya dukungan
Teknologi Informasi (TI) untuk membangun Sistem Informasi Manajemen Pendapatan
Daerah
·
Adanya staf
yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai
C.Pajak
Hotel
A,
pengertian pajak hotel
Hotel adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/ peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga
motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah
penginapan, rumah singgah, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).Pajak Hotel adalah Pajak atas
pelayanan yang disediakan oleh Hotel.adapun objek dan subjek hotel yaitu, Objek
Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan Hotel dengan pembayaran, termasuk
jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan, termasuk fasilitas olah raga dan hiburan.Subjek Pajak Hotel adalah
Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada Hotel.
A.. Tarif pajak Hotel
1. Dasar Pengenaan
Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel.
2. Tarif Pajak
Hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan.
3.
Tarif Pajak Rumah kost ditetapkan sebesar 5%
(lima persen) dari dasar pengenaan.
C. Wilayah Pungutan, Masa Pajak, perhitungan
dan Saat pajak Terutang
- Pajak
Hotel yang terutang dipungut dalam wilayah Kota Pekanbaru.
- Masa
Pajak Hotel adalah 1 (satu) bulan kalender
setelah pembayaran kepada Hotel yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak yang terutang.
- Besarnya
Pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
D.Pajak Restoran
a.pengertian
pajak restoran.
- Restoran adalah Fasilitas
penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup
juga rumah makan, kafetaria, bar, dan sejenisnya termasuk juga jasa boga
dan catering
- Warung adalah Fasilitas
penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran yang berada di
Lingkungan Pemukiman Masyarakat dan sejenisnya;
- Kantin adalah Fasilitas
penyedia makanan dan/ atau minuman dengan dipungut bayaran yang berada di
Lingkungan Kantor, Sekolah, Pabrik, Rumah Sakit dan sejenisnya.
- Objek Pajak Restoran adalah
pelayanan yang disediakan Restoran dengan pembayaran;
- Subjek Pajak Restoran adalah
Orang Pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada Restoran;
- Wajib Pajak Restoran adalah
Orang Pribadi atau Badan sebagai Pemilik atau Pengusaha Restoran;
- Masa Pajak Restoran adalah
jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan kalender
b.Tarif Pajak
Restoran :
- Dasar Pengenaan Pajak Restoran
adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima
Restoran.
- Tarif Pajak Restoran
ditetapkan sebesar 10% (Sepuluh persen) dari dasar pengenaan pajak.
- Tarif Pajak kantin dan warung
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dasar pengenaan pajak.
c.Wilayah
Pungutan, Masa Pajak, Perhitungan dan Saat Pajak Terutang :
- Pajak Restoran yang terutang
dipungut dalam wilayah Kota Pekanbaru.
- Masa Pajak Restoran adalah 1
(satu) bulan kalender setelah pembayaran kepada Restoran yang menjadi
dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak
yang terutang.
- Besarnya Pokok Pajak Restoran
yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak.
E.
Upaya Pemerintah Daerah Untuk Mengoptimalkan Pendapatan Pajak Hotel Dan
Restoran
Di tengah
krisis saat ini, langkah-langkah intervensi Pemerintah khususnya Pemerintah
Daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong terciptanya keseimbangan perekonomian
di daerah dalam menjawab tantangan otonomi daerah. Konsep berpikir yang lebih
mendorong terciptanya peran Pemerintah Daerah sebagai regulator yang melahirkan
kebijakan fiskal di daerah guna mengatasi masalah pengangguran dan resesi.
Dunia usaha khususnya usaha pengelolaan hotel kini benar-benar harus mengurangi
jasa pelayanan sebagai dampak melemahnya permintaan dari masyarakat. Dunia
usaha juga dihadapkan pada sulitnya mencari sumber pembiayaan dari perbankan.
Perbankan tidak
lagi berani memberikan kredit dengan bunga bersaing pada dunia usaha untuk
melakukan ekspansi. Di sisilain, upaya Pemerintah Daerah dalam menggunakan
anggarannya ternyata juga belum maksimal. Padahal, utilisasi dari penggunaan
Anggaran Pembangunan Pemerintahan Daerah sangatlah penting, karena hal itu
akanmendorong terciptanya kondisi bisnis yang lebih sehat. Apabila anggaran
tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur, misalnya, bagi dunia usaha
perhotelan, hal itu menjadi peluang untuk lebih efisien dalam melakukan
distribusi usahanya.
Kelancaran
tersebut akan berimbas pada berkurangnya ekonomi biaya tinggi yang selama ini
dirasakan oleh duniausaha jasa perhotelan.Peran Pemerintah Daerah sebagai
regulator yang melahirkan kebijakan fiskal guna meningkatkan permintaan
agregat. Salah satu langkah untuk meningkatkan permintaan agregat adalah
melaluipemotongan pajak dan pemotongan kenaikan belanja Pemerintah Daerah. Hal
tersebut penting untuk mengatasi masalah resesi.
Di sisi lain
Pemerintah Daerah tetap melakukan eksploitasi terhadap penerimaan Pajak Daerah.
Tidak bisa disangkal lagi bahwa penerimaanpadasektor Pajak Daerah merupakan
bagian penting dalam menjaga pendapatan daerah. Pemahaman Wajib Pajak mengenai
pajak itu sendiri sedikit banyak juga memberikan peranan dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan.Definisi dan Unsur PajakPada dasarnya pajak merupakan
iuran wajib yang disetorkan rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Dalam konteks Pajak Daerah iuran
diberikan oleh orang pribadi atau badan kepada Pemerintah Daerah dan digunakan
dalam membiayai pengeluaran dan belanja daerah. Proses pemungutan pajak
tersebut harus berdasarkan Undang-Undang,jika tidak ada UndangUndang yang
mengatur maka pajak tersebut merupakan pencurianataupun perampokan terhadap Wajib
Pajak.Untuk mengetahui dengan jelas pengertian pajak, maka berikut ini akan
dikemukakan definisi-definisi pajak yang diambil dari beberapa sumber yaitu:
1.Menurut Prof. J.A. Andriani pajak adalah iuran
kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayar menurut peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum terkait dengan
penyelenggaraanpemerintahan(Waluyo dan Illyas, 2003).
2.Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. pajak
ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestatie) yang
langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untukmembiayai pengeluaran
umum(Waluyo dan Illyas, 2003)
3.Suandy (2002) menjelaskan bahwa pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa,
tanpa ada kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.Dengan kata lain, pajak merupakan suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu (Resmi, 2007).
Dari beberapa
definisi pajak di atas dapat didefinisikan beberapa unsur pajak sedemikian
hingga pemungutan pajak merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem
pemerintahan suatu negara.Beberapa unsur pajak menurut Mardiasmo (2003), antara
lain:
1.Iuran dari rakyat kepada negara
Iuran tersebut berupa uang yang diberikan warga
negara kepada negara sebagai bentuk pengabdian. Yang berhak melakukan
pemungutan pajak hanyalah negara.
2.Berdasarkan undang-undang
Pemungutan yang tidak berdasarkan undang-undang
dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk perampokan.
3.Tanpa jasa kontraprestasi
Pembayaran pajak oleh wajib pajak tidak serta
merta mendapatkan jasa timbal balik dari negara yang secara langsung dapat
dinikmati oleh wajib pajak.
4.Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
Pengeluaran rutin negara untuk kepentingan
masyarakat luas dibiayai dari pajak.Negara mempunyai hak untuk memungut pajak
dan setiap warga negara yang merupakan Wajib Pajak berkewajiban untuk membayar
pajak. Seorang warga negara merupakan Wajib Pajak apabila memiliki 2 unsurpajak
sekaligus yaitu subjek serta objek pajak. Jika seorang warga Negara mempunyai
objek pajak akan tetapi bukan seorang subjek pajak maka Di Indonesia terdapat 3
asas pemungutan pajak, antara lain:
a.Asas domisili
Pada asas ini pengenaan pajak ditekankan
pengahasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia, baik
penghasilan yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri.
b.Asas sumber
Atas penghasilan yang bersumber pada wilayah
Indonesia, negara berhak mengenakan pajak tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
c.Asas
Kebangsaan
Untuk Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan kepada
setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia dan bertempat tinggal di
Indonesia.
Untuk
mengetahui contoh-contoh pajak yang terdapat di Indonesia, terdapat
pengelompokan-pengelompokan untuk lebih mempermudah dalam memahami pajak-pajak
tersebut.
Suandy (2006) menyebutkan terdapat beberapa sistem
pemungutan pajak yang dikenal di Indonesia, antara lain:
1.Official
Assesment System
Besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
ditentukan oleh pemerintah (fiskus).
2.Self
Assesment System
Wajib Pajak diberi wewenang untuk menetapkan
dan menentukan besarnya pajak terutang.
3.With
Holding System
Merupakan suatu sistem yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga untuk menentukan besanya pajak terutang.
Pajak yang terdapat di Indonesia dikelompokan
menjadi 3 kategori, antara lain:
1.Pajak menurut golongannya
a.Pajak
Langsung
Merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri
oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
b.Pajak Tidak
Langsung
Merupakan pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2.Pajak menurut sifatnya
a.Pajak
Subyektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b.Pajak
Obyektif
Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.Pajak menurut lembaga pemungutnya
a.Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untukmembiayai rumah tangga negara.Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
b.Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1.Pajak Propinsi
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
2.Pajak
Kabupaten/Kota
Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
Kesimpulan :
Dari uraiyan
diatas dapat di simpukan bahwa perlakuan UU otonomi daerah yang diikuti dengan
lahirmya kebijakan-kebijakan pemerintah tentang penggelolaan keuangan daerah,
menuntu daerah pemerintah daearah harus lebih mampu melakukan manajeman
terhadap sumber-sumber pendapatannya. Manajemen keuagan pemerintah berfokus
pada bagaimana pemerintah mendapatkan dana dan bagaimana pemerintah
mengaokasikan dana tersebut (haw toget
funt and how to allocate the fund
).unsur-unsur trasparansi,akuntabe, dan efisiensi, tentu harus dapat di penuhi
sebagai sarat terwujudnya govermance.
Untuk
melaksanakan pembagunan secara maksimal tentu harus didukung oleh kemampuan
pendanaan daerah. Salah satu sumber pendapatan daerah yang potensiall adalah
dari sektor pajak daerah .
Pertanyaan
:
1.Jelaskan defenisi Pendapatan Asli Daerah !
2.Jelaskan Sumber Pendapatan Asli Daerah !
3Sebutkan Pendapatan Asli Daerah yang sah !
4.Jelaskan apa itu Manajemen Keuangan Daerah ?
5.Sebutkan dan jelaskan tahapan siklus
Manajemen Pendapatan Daerah !
6.Jelaskan defenisi Pajak Hotel !
7.Jelaskan secara singkat upaya pemeintah
daerah untuk mengoptimalkan pendapatan pajak hotel dan restoran !
8.Jelaskan defenisi pajak menuut para ahli !
9.Jelaskan pengertian pajak restoran !
10.Sebutkan dan jelaskan sistem pemungutan
pajak di Indonesia !
DAFTAR PUSTAKA
Fitriandi, Primandita dkk. 2007. Kompilasi
Undang-Undang PerpajakanJakarta:Salemba Empat.
Handoko, T. Hani. 1986. Manajemen Edisi III.
Yogyakarta.
Hayden, Chaterine. 1999. Leksidon Manajemen
Strategi.Yogyakarta.
Mardiasmo. 2003. Perpajakan,Edisi Revisi.
Yogyakarta.
Bambang Kesit. 2003. Pajak dan Retribusi
Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus
Edisi III. Jakarta: Salemba Empat.
Soemarso. 2007. Perpajakan: Pendekatan
Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.
Suandy, Erly. 2002. Hukum Pajak. Jakarta:
Salemba Empat.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentangKetentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan
Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar