BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Untuk dapat tercapainya efisisensi, efektifitas dan produktifitas
dari setiap kegiatan pembangunan, perlu dilakukan koordinasi antar instansi
terkait, bahkan perlu sebuah Team Work
yang kuat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Agar tercapai
efisiensi, efektifitas dan produktivitas pembangunan, perlu dilakukan suatu
studi atau kajian tentang pentingnya koordinasi antar instansi terkait dalam
melaksanakan tugas pembangunan daerah.
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, yang dilaksanakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan nasional.
Dalam pelaksanaannya pembangunan daerah tidak terlepas dari tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar. konsep pelaksanaan
koordinasi antar instansi terkait, terutama dalam kaitannya ketika pelaksanaan
pembangunan daerah, pada umumnya memperhatikan konsep yang tercantum dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar
pembagian kerja dari berbagai
orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan
yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin (Sondang P. Siagian : 1978). Koordinasi dalam pembangunan sangat
diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang
berbeda, dan Koordinasi
merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses
pembangunan sehingga akan tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan
serasi untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi merupakan salah satu yang dapat dilakukan
untuk menyelaraskan berbagai pelaksanaan kegiatan pembangunan agar tidak
terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan,
menyatukan dan menyelaraskan kegiatan pembangunan mulai dari tingkat bawah
sampai pada tingkat atas, sehingga terdapat kerjasama yang terarah dalam usaha
mencapai tujuan pelaksanaan pembangunan.Usaha yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain dengan memberi instruksi/perintah,
mengadakan pertemuan dan memberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat.
Penetapan mekanisme dalam suatu kegiatan sangat penting untuk mengkoordinasi
pekerjaan atau mengorganisasi satu kesatuan yang harmonis.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana
Hakikat Koordinasi bagi Pembangunan ?
1.2.2
Bagaimana
Koordinasi Perencanaan Pembangunan ?
1.2.3
Bagaimana
Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan ?
1.2.4
Bagaimana
Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan ?
1.2.5
Bagaimana
Tugas Pokok dan Fungsi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1
Mengetahui
Hakikat Koordinasi bagi Pembangunan.
1.3.2
Mengetahui
Koordinasi Perencanaan Pembangunan.
1.3.3
Mengetahui
Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan.
1.3.4
Mengetahui
Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan.
1.3.5
Mengetahui
Tugas Pokok dan Fungsi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1 Hakikat
Koordinasi Bagi Pembangunan
1.1.1
Definisi Koordinasi
Menurut
James A.F. Stoner dan Chaerles Wankel (1986); Koordinasi adalah proses menyatupadukan tujuan dan kegiatan dari unit-unit (bagian atau bidang fungsional) suatuorganisasi yang terpisah untuk mencapai sasaran organisasi secara efisien.
Ricky W. Griffin (1972)
menyebutkan koordinasi adalah suatu proses menghubungkan kegiatan-kegiatan dari bermacam-macam bagian organisasi.
Sondang P. Siagian
(1978) mendefinisikan koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar
pembagian kerja dari berbagai
orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan
yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin.
Ateng Syafrudin (1976) memaknai koordinasi adalah proses rangkaian kegiatan menghubungi, bertujuan menyerasikan setiap langkah dan kegiatan dalam organisasi
agar tercapai gerak
yang cepat untuk mencapai sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan.
1.1.2
Hakikat,
Prinsip, Syarat dan ciri koordinasi
a.
Hakikat Koordinasi
Hakikat koordinasi adalah menyatukan dan menyesuaikan kegiatan-kegiatan serta menghubungkan satu sama lain, menyangkutpautkan kegiatan-kegiatan tersebut menjadi suatu unit kerja.
Koordinasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk menyelaraskan berbagai pelaksanaan
kegiatan pembangunan agar tidak terjadikekacauan, percekcokan, kekosongan
kegiatandengan jalan menghubungkan, menyatukan danmenyelaraskan kegiatan
pembangunan mulai daritingkat atas, sehingga terdapat kerja sama yangterarah
dan usaha mencapai tujuan pelaksanaan pembangunan. Usaha yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dengan
memberiinstruksi/perintah, mengadakan pertemuan danmemberikan penjelasan,
bimbingan atau nasihat.Penetapan mekanisme dalam suatu kegiatan
sandgat penting untuk mengkoordinasi pekerjaan atau pengorganisasian
satu kesatuan yang harmonis.
b.
Prinsip Koordinasi
Menurut Arifin Abdulrachman (1979),
prinsip-prinsip koordinasi,
yaitu:
1. Efisiensi
2. Kesatuan arah dan tujuan (konvergensi)
3. Pervasivitas,
memasuki segenap kegiatan manajemen dan pelaksanaan
4. Ketepatan penggunaan alat koordinasi
5. Koordinasi
yang strategis
Menurut Dann Sugandha
(1991), prinsip-prinsip koordinasi adalah:
1. Kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama.
2. Kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan
yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya.
3. Ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal
yang telah ditetapkan.
4. Saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya pada saat tertentu, termasuk masalah yang dihadapi masing-masing.
5. Koordinator
yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama.
6. Informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama dan memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak.
7. Saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.
c.
Syarat Koordinasi
Menurut Tripathi dan Reddy (1983), syarat untuk mencapai koordinasi yang efektif, yaitu:
1. Hubungan langsung
2. Kesempatan awal
3. Kontinuitas
4. Dinanisme
5. Tujuan
yang jelas
6. Organisasi
yang sederhana
7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
8. Komunikasi
yang efektif
9. Kepemimpinan dan supervise yang efektif
Menurut Melayu S. P. Hasibuan (1992),
syarat-syarat koordinasi adalah sebagai berikut :
1. Sense
on Coorperation; perasaan untuk bekerjasama. Hal ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan (bukan orang per orang).
2. Rivalry;
dalam perusahaan-perusahan besar sering diadakan persaingan antar-bagian agar berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.
3. Team
Spirit; setiap bagian harus saling menghargai.
4. Esprit
de Corps; bagian-bagian yang diikut
sertakan atau dihargai akan semakin bersemangat.
d.
Ciri Koordinasi
Soewarno Handayaningrat,
dalam bukunya AdministrasiPemerintahan dalam pembangunan Nasional (1991), menyebutkan ciri-ciri koordinasi, yaitu:
1. Tanggungjawab koordinasi terletak pada pimpinan
Oleh karena itu koordinasi adalah
wewenang dan tanggung-jawab dari pada pimpinan. Dikatakan pimpinan yang
berhasil apabila melakukan koordinasi dengan baik.
2. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama
Hal ini disebabkan karena kerja sama
merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi sebaik-baiknya.
3. Koordinasi adalah proses yang terus-menerus
Artinya suatu proses yang bersifat
berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
4. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur
Hal ini disebabkan karena koordinasi
adalah konsep yang diterapkan dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu
tetapi sejumlah individu yang berkerjasama didalam kelompok untuk mencapai
tujuan bersama.
5. Konsep kesatuan tindakan
Kesatuan tindakan adalah inti dari pada
koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha atau
tindakan-tindakan dari pada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya
keserasian didalam mencapai hasil berama.
6. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama.
Tujuan dari
koordinasi itu adalah tujuan bersama, yang berarti tidak hanya tujuan dari
seorang pemimpin, tetapi juga tujuan dari seluruh anggota yang ada didalamnya.
e. Sifat
Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007:87),
terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu :
1.
Koordinasi
adalah dinamis bukan statis.
2.
Koordinasi
menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang coordinator dalam rangka mencapai
sasaran.
3.
Koordinasi
hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
1.1.3
Peranan dan Manfaat Koordinasi
Peranan dari Koordinasi
yaitu agar dalam suatu organisasi terciptanya keselarasan tindakan, kesatuan
usaha, kesesuaian, dan keseimbangan antara unit kerja.
Sebagai
salah satu fungsi admnistrasi, koordinasi mempunyai peranan yang sangat penting
untuk memudahkan tercapainya tujuan organisasi. Koordinasi yang baik akan
mengakibatkan terlaksananya tugas-tugas organisasi secara efisien dan efektif.
Koordinasi adalah akibat logis dari adanya prinsip pembagian tugas, dimana
setiap satuan unit kerja hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi
secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang lebih baik
diperlukan kerja sama antar astuan kerja organisasi.
Menurut
Hasibuan (2005:88) beberapa manfaat yang diperoleh apabila suatu organisasi
menjalankan funsi koordinasi, yakni sebagai berikut :
a.
Koordinasi dapat menghindarkan perasaan lepas satu sama lain antara
satuan-satuan
organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
b.
Koordinasi dapat menghindarkan perasaan atau pendapat bahwa organisasinya atau
pejabatnya merupakan yang paling penting.
c.
Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan timbulnya sebutan fasilitas atau
pertentangan antar satuan organisasi atau antar pribadi.
d.
Koordinasi dapat menghindarkan terjadinya peristiwa waktu menunggu yang memakan
waktu yang lama.
e.
Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya kekembaran pengerjaan
terhadap sebuah aktifitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekembaran pengerjaan
terhadap tugas oleh para anggotanya.
f.
Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan pengerjaan
terhadap suatu aktifitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekeosongan
terhadap pengerjaan tugas oleh para anggotanya.
g.
Koordinasi dapat menumbuhkan kesadaran diantara sesama anggota yang ada dalam
satuan organisasi yang sama untuk saling memberitahukan masalah
h.
Koordinasi dapat menjamin kesatuan langkah, tindakan, dan sikap serta
kebiajaksanaan di antara para anggotanya.
1.1.4
Ruang Lingkup, Jenis, dan Pentingnya Koordinasi dalam Pembangunan
a.
Ruang Lingkup Koordinasi
George R. Terry (1964) menjelaskan bahwa ruang lingkup koordinasi dapat ditinjau dari sudut bidang-bidangnya, yaitu:
1. Koordinasi dalam individu
Dari sudut pandangan manajemen, koordinasi jenis
ini merupakan koordinasi yang paling tidak penting, tetapi kemampuan seorang
individu untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dengan baik akan bergantung
pada suksesnya ia mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya sendiri. Koordinasi
individu adalah sangat penting untuk melaksanakan pekerjaan, seperti tukang
bubut, tukang las, pengetik,tukang jahit dan sebagainya.
2. Koordinasi
antar
individu dan suatu kelompok
contoh yang paling jelas mengenai koordinasi ini adalah
suatu tim atau kesebelasan sepak bola. Tanpa koordinasi sulit bagi kesebelasan
tersebut untuk memenangkan prtandingan.
3. Koordinasi antar kelompok dalam suatu perusahaan
sebagai contoh adalah kegiatan bagian pegawai dalam
mencari calon pegawai dan melatih pegawai-pegawai baru untuk bagian produksi
dan bagian penjualan. Agar pelatihan dapat sukses maka manajemen kepegawaian
harus menentukan dan mengetahui sumber kebutuhan pegawai yang tepat dari bagian
produksi dan bagian penjualan dalam hubungannya dalam hal-hal seperti
jumlah,kecakapan yang diperlukan, latar belakang calon yang di kehendaki, dan
waktu pelatihan, agar mereka siap untuk bekerja. Calon-calon manakah yang
dicari dan jenis serta jumlah pelatihan yang di berikan kepada mereka harus
sewaktu-waktu disesuaikan dengan apa yang diperlukan oleh bagian-bagian
masing-masing dimana calon-calon akan ditempatkan.
4. Koordinasi antar perusahaan dan macam-macaam peristiwa dunia.
Kegiatan perusahaan secara keseluruhan harus sesuai
dengan berbagai kekuatan diluar perusahaan. Hal ini meliputi perusahaan lain,
tindakan peraturan pemerintah, dan kedudukan perekonomian nasional dan
perekonomian dunia. Tidak ada perusahaan yang dapat berdiri sendiri, perusahaan
itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.misalnya
seorang pemilik pabrik baja harus mengkoordinasikan kegiatannya dengan ekonomi
nasional dan tidak mengesampingkan tindakan hokum pemerintah dalam daerah di
tempet mana perusahaan itu didirikan.
b.
Jenis Koordinasi
Menurut Tosi dan Carrol
(1982), koordinasi mempunyai dua jenis,
yaitu sebagai berikut :
1. Koordinasi Vertikal, yaitu menunjukkan pengembangan hubungan yang efektif dan disatupadukan antar kegiatan pada tingkat organisasi yang berlainan.
Contohnya yaitu persetujuan mengenai pengeluaran modal, pada tingkat wakil direktur dikoordinasikan dengan penyerahan dan penerimaan perlengkapan modal pada tingkat pelaksanaan.
2.
Koordinasi Horizontal, yaitu pegembangan hubungan yang lancar diantara individu atau kelompok pada tingkat
yang sama.
Contohnya yaitu arus informasi
yang tepat dari pemasaran ke pabrik tentang penjualan sehingga pabrik dapat
mengembangkan rencana produksi yang efisien.
Menurut Soewarno Handayaningrat (1991), jenis-jenis koordinasi sebagai berikut :
1. Koordinasi
internal, terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal,
dan koordinasi diagonal.
a. Koordinasi vertikal (koordinasi structural), yaitu antar pihak
yang mengordinasikan secara
structural terdapat hubungan hierarki. Koordinasi bersifat hierarki karena satu dan
yang lainnya berada pada satu garis komando
(line of command) . Misalnya,
koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat terhadap kepala sub-direktorat yang berada dalam lingkungan direktoratnya.
b.
Koordinasi horizontal (koordinasi fungsional), yaitu pihak yang mengoordinasikan dan pihak
yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan setingkat eselon. Menurut tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan anatar satu dan lainnya sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya, koordinasi
yang dilakukan oleh kepala biro perencanaan departemen terhadap para kepala direktorat bina program pada tiap-tiap direktorat jenderal suatu departemen.
c. Koordinasi
diagonal (koordinasi fungsional),
yaitu pihak yang mengoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan,
tetapi antara satu dan lainnya tidak berada pada garis komando (line of command).
Misalnya, misalnya koordinasi
yang dilakukan oleh
biro kepegawaian pada
secretariat jenderal departemen terhadap para kepala bagian kepegawaian sekretarat direktorat jenderal suatu departemen.
2. Koordinasi eksternal, terdiri atas koordinasi bersifat horizontal dan diagonal.
a. Koordinasi eksternal yang bersifat horizontal,
misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat bina program, direktorat jenderal transmigrasi terhadap kepala direktorat penyiapan tanah pemukiman transmigrasi, dan direktorat jenderal bina marga.
b. Koordinasi eksternal yang bersifat diagonal,
misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala badan administrasi kepegawaian Negara (BAKN) terhadap para kepala
biro kepegawaian tiap-tiap departemen.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, Pasal 1: ada tiga jenis koordinasi, yaitu:
1. Koordinasi fungsional, yaitu antar dua atau lebih instansi
yang mempunyai program yang berkaitan
erat.
2. Koordinasi instansional, yaitu terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan.
3. Koordinasi
teritorial, yaitu terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu.
c. Pentingnya
Koordinasi dalam Pembangunan
Koordinasi
sangatlah penting dalam pembangunan, karena di dalamnya terdapat banyak
kegiatan yang berlainan dilakukan oleh banyak orang dalam banyak bagian.
Kebutuhan koordinasi timbul sewaktu -waktu apabila satu orang atau kelompok
bertanggung jawab atas kesempurnaan suatu tugas. Apabila terdapat keadaan
saling bergantungan diantara kegiatan-kegiatan maka hasil yang efektif akan
dapat tercapai.
Jika koordinasi
ini tidak diterapkan dalam suatu pemerintah itu sendiri maka tidak akan
menghasilkan pencapaian atau tujuan yang ingin dicapai dan pemerintah itu
sendiri tidak akan terselenggara dengan baik seperti halnya yang dikatakan oleh
handayaningrat bahwa koordinasi itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karna
satu sama lain saling mempengaruhi.
Pentingnya koordinasi antara lain sebagai berikut:
- Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan,
kesamaan atau kekosongan pekerjaan.
- Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan
serta diarahkan untuk mencapai tujuan.
- Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk
mencapai tujuan.
- Supaya semua pekerjaan masing-masing individu
harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
- Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan tepat
pada sasaran yang diinginkan.
1.1.5
Kebutuhan
koordinasi
Koordinasi
adalah proses penyatupaduan tujuan dan kegiatan dari unit-unit yang terpisah
dalam suatu organisasi untuk mencapai sasaran organisasi secara efisien. Tanpa
koordinasi antar individu dan bagian tidak dapat melihat peranan mereka dalam
organisasi.
Koordinasi
diperlukan karena hal-hal berikut:
1. Keadaan
saling bergantung
Menurut
James D. Tompson (Stroner, 1986), ada tiga macam keadaankeadaan saling
bergantung antar unit-unit organisasi, yaitu:
a. Keadaan
saling bergantung yang disatukan (pooled interdependence)
b. Keadaan
yang saling bergantung berurutan (sequential interdependence)
c. Keadaan
saling bergantung timbal balik (reciprocal interdependeence)
2. Faktor
yang menyebabkan timbulnya timbulnya kebutuhan koordinasi.
Menurut
Tripathi dan Reddy (1993), kebutuhan koordinasi timbul karena faktor-faktor
berikut:
a. Pembagian
kerja.
b. Keadaan
saling bergantung antar unit.
c. Kepentingan
perseorangan versus kepentingan organisasi.
3. Koordinasi
dan saling bergantung
Tosi
dan Caroll (1992) mentyatakan bahwa koordinasi adalah proses untuk memelihara
dan mengembangkan hubungan yang baik antar kegaiatan.
1.1.6
Masalah
koordinasi
1. Diferensiasi
atau perbedaan dalam sikap dan gaya bekerja mencakup:
a.) Orientasi
terhadap sasaran khusus.
b.) Orientasi
waktu
c.) Orientasi
antar perseorangan
d.) Formalitas
struktur
2. Sebab-sebab
timbulnya masalah koordinasi:
a.) Kondisi
organisasi dan koordinasi, mencakup:
1.) Subsistem-subsistem
silang bagian
2.) Perbedaan
jadwal waktu
3.) Jarak
geografis
b.) Faktor
manusia dan koordinasi, mencakup:
1.) Persaingan
mengenai sumber daya
2.) Perbedaan
dalam status dan arus pekerjaan
3.) Tujuan-tujuan
yang bertentangan
4.) Penglihatan,
sikap, dan nilai yang berlainan
5.) Wewenang
dan penunjukan pekerjaan meragukan
6.) Usaha
menguasai atau memengaruhi.
1.1.7
Teknik
koordinasi
Menurut
Tripathi dan Reddy (1995), beberapa teknik koordinasi yang penting adalah
sebagai berikut:
1. Hierarki
Alat
yang paling tua dan sederhana untu mencapai koordinasi adalah hierarki atau
rangkaian komando. Dengan menempatkan unit-unit yang saling bergantung dibawaah
seorang atasan dapat dijamin adanya koordinasi antar kegiatan-kegiatannya.
Menurut
Crhis Argyris (1972), sistem hierarki membuat individu-individu tidak bebas,
pasif, dan kurang penting bagi pemimpin. Menurut Likert, Rensis, Struktur
hierarkis mengganggu atau mengurangi komunikasi dan pengambilan keputusan.
2. Peraturan,
prosedur, dan kebijaksanaan
Perincian
peraturan prosedur, dan kebijakan merupakan alat untuk mengoordiansikan
sub-subunit dalam pelaksanaan kegiatan yang sifatnya rutin.
Peraturan,
prosedur, dan kebijaksanaan standar ditentukan untuk mencakup semua situasi
yang mungkin. Akan tetapi, alat ini mengakibatkan suatu “lingkaran setan”
sehingga gangguan fungsi alat ini menimbulkan kepercayaan yang masih lebih kuat
kepadanya. Artinya, uraian peraturan dan prosedur menurunkan lebih banyak
peraturan dan prosedur untuk memeliharanya.
3. Perencanaan
Perencanaan
merupakan cara unutuk mengetahui keadaan yang saling bergantung sehingga
mencegah atau mengurangi kesulitan koordinasi.
4. Panitia
Pengikut
sertaan panitia atau pengambilan keputusan kelompok merupakan alat koordinasi
lainnya. Alat ini mengurangi kekakuan struktur hierarkis, meningkatkan
komunikasi, memahami ide-ide yang efektif, mendorong penerimaan dan tanggung jawab
atas kebijaksanaan, serta membuat pelaksanaannya menjadi lebih efektif.
5. Ide-ide
Mary
Faker Follet menunjukan bahwa koordinasi tidak dapat dicapai hanya dengan
memberikan perintah atau komando, karena hal ini akan menimbulkan perlawanan,
hilangnya rasa harga diri, dan tidak adanya rasa tanngung jawab. Pemecahannya
adalah memberikan perintah “tidak menurut selera”, menyatukan semua orang yang
terlibat dalam studi stuasi dan mematuhinya.
6. Indroktinasi
Mengindroktinasi
anggota organisasi dengan sasaran dan tugas organisasi dipergunakan dalam
organisasi keagamaan dan militer. Menurut Selznick, tugas kepemimpinan itu
tidak hanya membuat kebijakan, tetapi juga “membuat kedalam suatu struktur
sosial organisasi”, suatu situasi yang penting setiap orang didalam organisasi
tersebut spontan melindungi atau memajukan tujuan dan metode yang resmi.
7. Insentif
Memberikan
insentif kepada unit-unit yang saling bergantung untuk bekerjasama. Seperti
rencana pembagian laba, merupakan suatu mekanisme atau alat yang lain. Anjuran
Arden menyatakan bahwa insentif meningkatkan semangat kelompok dan kooperasi
yang lebih baik antar pegawai dan pekerja, antara atasan dan orang-orang
bawahan, serta antara pekerja dan pekerja lain.[1]
2.1
Koordinasi Perencanaan
Pembangunan
2.1.1
Perencanaan
dalam Pembangunan
Perencanaan pembangunan merupakan
proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatatkan berbagai unsure
didalamnya, yang mencakup pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang
ada untuk meningkatkan kesejahteraan social dalam lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu.
perkembangan yang terjadi pada skala
global telah mempengaruhi pola pikir masyarakat menjadi lebih kritis dan
kompleks. dalam situasi seperti ini, pemerintahan tibak bias lagi bertindak
dengan menggunakan paradigm lama yang cenderung mendominasi peranan dalam
pembangunan. selain karena akan memberatkan tugas pemerintah, hal itu juga
tidak popular lagi dimasyarakat dan swasta yang cenderung ingin lebih berperan
secara optimal sesuai dengan fungsinya masing-masing.
dukungan masyarakat local dapat
dilakukan dengan berperan aktif dalam proses perencanaan, dalam langkah
pengawasan. peran aktif masyarakat dapat berarti berperan langsung dalam
berbagai proses politik dan perwakilan, perumusan program, pelaksanaan dan
pengawasan.
2.1.2
Aspek-aspek
yang menghasilkan Rencana Pembangunan
Beberapa aspek yang perlu mendapat
perhatian agar menghasilkan rencana pembangunan adalah sebagai berikut :
a) Lingkungan
Pembangunan yang kurang memerhatikan
masalah lingkungan akan memiliki nilai evaluasi yang rendah terhadap perubahan,
terutama yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan sebagai ornament penting
dalam proses pembangunan.
b) Potensi
dan Masalah
potensi dan masalah merupakan fakta yang
ada dilapangan dan menjadi pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan
yang dapat menjadi dasar analisis berikutnya.
c) Institusi
perencanaan
institusi perencana harus berperan
sebagai fungsi manajemen dalam bidang perencanaan pembangunan daerah dan
bertanggungjawab penuh atas hasilnya. institusi perencana juga harus mampu
mengkoordinasikan proses perencanaan pembangunan daerah secara intensif dan
menyeluruh, serta menjadi motor penggerak yang dapat mengakomodisasi,
menganalisis, menjabarkan berbagai,permasalahan dan kepentingan yang berbeda
dari institusi teknis lainnya, menuju suatu konsensus bersama dalam wujud
rumusan hasil perencanaan pembangunan daerah.
d) Aspek
ruang dan waktu
Aspek ini harus jelas menggambarkan kebutuhan dalam
waktu yang tepat tentangperencanaan pembangunan daerah mulai disusun,
diberlakukan, masa pemberlakuannya, serta waktu evaluasi atau perencanaan
ulang.
e) Legalisasi
kebijakan
Implementasi legalisasi kebijakan terhadap hasil
perencanaan pembangunan daerah harus sesuai dengan batasan yang telah
ditetapkan untuk menghindari atau meminimalkan berbagai efek yang timbul sebagi
dampak dari proses pembangunan.
Oleh karena itu, kegiatan perencanaan
pembangunan daerah tidak dapat dilakukan secara individual, tetapi harus
dilaksanakan secara tim, baik kerja sama tim antara anggota perencana maupun
kerja sama institusional. Disamping itu, diperlukan keterlibatan berbagai pihak
secara interdisipliner sehingga mampu melakukan pengkajian dan penganalisisan
yang akurat dalam rangka perumusan hasil perencanaannya.[2]
3.1
Koordinasi
Pelaksanaan Pembangunan
3.1.1
Makna
Koordinasi dalam Pembangunan
Pelaksanaan
forum koordinasi perencanaan pembangunan dirancang untuk mempertemukan aspirasi
dari masyarakat dan aspirasi dari pusat (bottom up and top down), tetapi masih
jauh dari kinerja yang diharapkan. Kebutuhan koordinasi timbul sewaktu-waktu
apabila satu orang atau kelompok bertanggung jawab atas kesempurnaan suatu
tugas. Apabila terdapt keadaan saling bergantung antarkegiatan, hasil
pembangunan yang efektif akan dapat tercapai apabila kegiatan-kegiatan tersebut
di koordinasikan.
3.1.2
Unsur-unsur
yang Terlibat dalam Pembangunan
Pembangunan
melibatkan berbagai unsur/ pihak/ komponen, baik sebagai objek maupun sebagai
subjek. Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut terbagi ke dalam
berbagai variasi fungsi dan peranan yang menyebabkan perbedaan kepentingan yang
beragam pu;a. Perbedaan tersebut menuntut adanya koordinasi dalam proses
pembangunan sehingga proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan
harmonis antarkomponen yang berbeda tersebut.
Koordinasi dalam
pembangunan merupakan upaya untuk menyrasikan dan menyelaraskan aktivitas
pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai komponen, baik pemerintah, swasta
maupun masyarakat. Dalam pelaksanaannya, koordinasi diterapkan dalam keseluruhan
proses pembangunan sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
pengawasan sampai dengan evaluasinya. Dalam hal ini, koordinasi meliputi
keseluruhan proses manajemen pembangunan.
Dalam
skala nasional ataupun local, fungsi pemerintah pada dasarnya adalah
koordinator dalam pembangunan. Melaksanakan fungsi dan peran sebagai
coordinator dalam pembangunan sebagaimana diperankan oleh pemerintah tidak
mudah. Apalagi dalam unsure pemerintah tersebut, pelaku pembangunan terbagi
dalam berbagai institusi, badan, lembaga, atau departemen sesuai bidangnya
masing-masing. Disamping itu, komponen swasta dan masyarakatpun yang terbagi
dalam berbagai fungsi dan peran, seperti kalangan industry, perbankan, jasa dan
pelayanan, dan lain-lain. Hal tersebut semakin menegaskan pentingnya koordinasi
sebagai alat untuk menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda agar terjalin
suatu kerja sama yang baik, efektif, dan efisien sehingga tujuan bersama dapat
tercapai.
3.1.3
Perlunya
Koordinasi dalam Pembangunan
Beberapa
alasan yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik dalam menilai
diperlukannya koordinasi pembangunan adalah sebagai berikut :
a.
Koordinasi dalam pembangunan sangat
diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang
berbeda.
b.
Aktifitas dan kepentingan yang berbeda
juga membawa konsekuensi logis terhadap adanya tanggungjawab yang secara
fungsional berbeda pula.
c.
Terdapat institusi, badan, lembaga yang
mnjalankan peran dan fungsinya masing-masing.
d.
Terdapat unsur sentralisasi dan
desentralisasi yang dijalankan dalam proses pembangunan yang melibatkan
institusi pusat ataupun daerah.
e.
Koordinasi merupakan alat sekaligus
upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses pembangunan sehingga akan
tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai
tujuan bersama.[3]
4.1 Pelaporan,
Monitoring Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
4.1.1
Hakikat
Pelaporan, Monitoring Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan pekalsanaan pemerintahan
yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta
lebih memantabkan pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebaga
wujud pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan instansi, pemerintah telah
mengeluarkan berbagai panduan dan aturan yang menjadi dasar bagi pemerintah
daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk melaksanakan pemantauan dan
evaluasi pembangunan di daerahnya, yaitu dengan dikeluarkannya PP No. 39 tahun
2006 dan Permendagri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Berdasarkan
PP No. 39 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencan
Pembangunan, yang kemudian disempurnakan dengan Permendagri No. 54 tahun 2010,
Pemerintah daerah diminta untuk melaporkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan perencanaan mereka secara bertahap, Kabupaten/Kota melapor ke
Provinsi, Provinsi mwlapor ke Departemen/Pusat. Sehingga setiap instansi
pemerintah disorong untuk dapat akuntabel dan meningkatkan kinerja secara
berkelanjutan.
Besarnya
anggaran dan banyaknya kegiatan yang harus dilaporkan merupakan kesulitan
tersendiri bagi pemerintah daerah untuk membuat laporan monitoring dan evaluasi
pembangunan, apalagi dilihat dari lokasi dan jarak yang harus ditempuh.
Untuk
itu, kpemerintah dan daerah membutuhkan Aplikasi Sistem informasi monitoring
dan evaluasi pembangunan (SIMONEP) yang berbasis internet web based untuk
memudahkan dan mempercepat proses pelaporan kegiatan pembangunan.
4.1.2
Tujuan
monitoring dan evaluasi perencanaan pembangunan
Tujuan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, yaitu:
a. Menjamin
terlaksananya kebijakan, program, dan proyek sesuai dengan target dan rencana
yang telah ditetapkan (on Track on Schedulle) (M)
b. Ada
umpan balik terhadap kebijakan, program, dan proyek, untuk diteruskan dengan
perbaikan atau dihentikan (M/E)
c. Membantu
pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan
proyek (E)
d. Kebijakan,
program, dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana public
(akuntabilitas) (E)
4.1.3
Hasil Akhir Pelaporan
A. Evaluasi
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pengambilan
keputusan yang cepat bertujuan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hasil akhirnya berupa
tindakan/keputusan.
Evaluasi
merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan,
atau program. Evaluasi adalah penilaian yang objektif dan sistematik terhadap
sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung, atau pun yang telah
diselesaikan.
Evaluasi
menurut PP 39/2006 adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),
keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar yang telah
ditetapkan. Masukan untuk perencanaan yang akan datang.
Evaluasi
dilakukan secara periodik dan berkala. Evaluasi bertujuan untuk menganalisa
data yang telah diperoleh dari monitoring, memberikan penilaian atas
pelaksanaan rencana, dan sebagai umpan balik periodic kepada pemangku
kepentingan utama.
B. Periodisasi Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Periodisasi
pelaksanaan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, melalui tahapan berikut :
1.
Perencanaan
(ex ante).
Tahapan dilakukan sebelum ditetapkannya rencana
pembangunan. Tahapan ini dilakukan untuk melihat rasionalitas pilihan, target,
dan kesesuaian antardokumen perencanaan.
2.
Pelaksanaan
(on going).
Tahapan dilakukan saat pelaksanaan kegiatan. Tahapan
ini dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan telah dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
3.
Pasca
pelaksanaan (ex post).
Tahapan dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana
berakhir. Bertujuan untuk menilai pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program sehingga
mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan, serta untuk menilai
efisiensi, efektivitas, dan dampak terhadap sasaran, ataupun manfaat dari suatu
program.
C. Evaluator dan Kegiatannya
Evaluator adalah pihak (perseorangan/kelompok) yang
melakukan evaluasi pelaksanaan suatu kegiatan. Jenis evaluator adalah sebagai
berikut :
1.
Evaluator
Internal
Mengetahui lebih banyak tentang
sejarah, organisasi, budaya, problem, keberhasilan, dan mungkin berada terlalu
dekat (dengan yang dievaluasi).
2.
Evaluator
Eksternal
Mempunyai kredibilitas yang
lebih tinggi dan keahlian yang lebih spesifik, dan tidak terikat dengan
keputusan administratif dan keuangan.
3.
Evaluator
Indenpenden
Terbebas dari pengaruh apa
pun, tidak fokus dan politis.
4.
Evaluator
Partisipatif
Sebuah langkah lebih radikal
keluar dari model evaluasi mandiri, wakil dari pemangku kepentingan (termasuk
penerima manfaat) bekerja sama merancang, melaksanakan dan menerjemahkan
evaluasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh
evaluator adalah sebagai berikut :
1.
Merencanakan
dan melaksanakan evaluasi (atau mempekerjakan staff untuk melaksanakan
evaluasi)
2.
Berkonsultasi
dan berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan (tidak ada sub-ordinasi),
mengidentifikasi standar efektivitas.
3.
Mencari,
mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan melaporkan data serta
temuan, memberikan rekomendasi, mengelola anggaran evaluasi, dan mengembangkan
teori perubahan/evaluasi.
Evaluasi berdasarkan SPPN
Pasal 29 UU No. 25/2004 tentang SPPN :
1.
Pimpinan
Kementerian/Lembaga melalukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan.
2.
Kementerian/Lembaga
periode sebelumnya dan Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan
evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Perangkat Daerah
periode sebelumnya.
Proses Evaluasi Pasal 29 UU
No. 25/2004 tentang SPPN :
1.
Menteri/Kepala
Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan.
2.
Kementerian/Lembaga
dan Evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Evaluasi bermanfaat sebagai
bahan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional/daerah untuk periode
berikutnya.
4.1.4
Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Terpadu
Laporan hasil monitoring dan evaluasi terpadu
(contohnya pada lingkup kementerian kelautan dan perikanan) adalah sebagai
berikut:
1.
Ringkasan
hasil monitoring dan evaluasi disampaikan Pimpinan Esselon I kepada Sekretaris
Jenderal paling lambat 1 minggu setelah pelaksanaan monitoring dan evaluasi
dengan tembusan kepada Esselon I lingkup KKP.
2.
Laporan
hasil monitoring dan evaluasi secara lengkap disampaikan Pimpinan Esselon I
kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 1 bulan setelah pelaksanaan monitoring
dan evaluasi dengan tembusan kepada Esselon I lingkup KKP sesuai outline
terlampir.
3.
Hasil
pelaksanaan monitoring dan evaluasi terpadu unu dapat dimanfaatkan untuk :
a.
Memberikan
umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan program/kegiatan pembangunan kelautan
dan perikanan tahun berikutnya.
b.
Bahan
koordinasi program/kegiatan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan serta
lintas sektor.
4.
Sebagai
tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi terpadu, Pimpinan Esselon I sesuai
kewenangannya perlu mengambil langkah-langkah :
a.
Perbaikan
terhadap permasalahan yang ada dengan memerhatikan ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
b.
Mengoordinasikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan instansi lain.
2.5
Tugas
Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
1.
Pengambilan Kebijakan
a.
Perencanaan
: Penyusunan rencana pembangunan
Nasional
b.
Penganggaran
: Penyusunan alokasi pendanaan
c.
Pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan Nasional
d.
Penanganan
permasalahan mendesak dan berskala besar, sesuai penugasan Presiden.
2.
Koordinasi
a.
Koordinasi
dan perumusan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan.
b.
Koordinasi
pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta pengalokasian
dana pembangunan bersama Kementerian/Lembaga terkait.
c.
Koordinasi
kegiatan strategis penanganan permasalahan mendesak dan berskala besar, sesuai
penugasan Presiden.
3.
Think-Tank
a.
Pengkajian
kebijakan di bidang perencanaan pembangunan, dan kebijakan lainnya.
b.
Fasilitas
pembinaan instansi atau unit perencanaan di pusat dan di daerah.
c.
Kerjasama
dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi.
4.
Administrasi
a.
Pengelolaan
dokumen perencanaan
b.
Penyusunan
dan pengelolaan laporan hasil pemantauan pelaksanaan pembangunan
c.
Penyusunan
dan pengelolaan laporan hasil evaluasi
d.
Pembinaan
dan pelayanan administrasi umum.[4]
Sebagai
lembaga perencanaan pembangunan nasional yang mempunyai tugas pokok melakukan
koordinasi penyusunan rencana pembangunan nasional. Bappenas juga berkoordinasi dengan Kementerian
Keuangan. Sesuai tugas masing-masing, Bappenas membuat
perencanaan termasuk belanja prioritas dan kebijakan money follow program,
sesuai arahan Presiden. Sedangkan Kemenkeu mengeksekusi perencanaan tersebut
dan membantu mendorong K/L, dalam hal belanja dengan lebih cepat, tepat sasaran
dan efisien .
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar
pembagian kerja dari berbagai
orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan
yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin. Koordinasi dalam pembangunan sangat
diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang
berbeda, dan Koordinasi
merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses
pembangunan sehingga akan tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan
serasi untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam
melaksanakan koordinasi, pemerintah provinsi mempunyai fungsi:
mengidentifikasi kaitan dan kepentingan antara instansi baik fungsional,
sektoral maupun regional, memadukan kegiatan-kegiatan yang sejenis dan
berkaitan, menyerasikan jadwal
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh berbagai instansi, mengikuti
perkembangan pelaksanaan tugas instansi, mengadakan evaluasi pelaksanaan tugas
instansi, dan meminta keterangan pelaksanaan tugas instansi.
3.2
Saran
Penulis berharap dengan
dilakukannya koordinasi yang baik antar instansi maupun antar atasan ke
bawahan, maka akan meningkatkan produktivitas kerja dan juga dapat mempermudah
mencapai tujuan yang telah direncakan sebelumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anggara,
Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV PUSTAKA SETIA
Ismardi, Ismael. 1991. Teknik Koordinasi. Padang: Diklat
Propinsi Sumatera Barat
Malo, Manasse. 1986. Metode Penelitian Sosial. Modul 1-5
Universitas Terbuka. Jakarta: Karunike
Soetrisno, Loekman. 1997. Pember-dayaan Masyarakat Desa dan Masalah di
Indonesia. Makalah Seminar Hastanas di Bengkulu 1997
Usman,
Wan. 1996. Makalah Semlok. Rencana
Pembangunan. Jakarta:
PKN
UI
http://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/tupoksi/
[1]
Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV
PUSTAKA SETIA. hal. 214-222
[2]
Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV
PUSTAKA SETIA. hal. 222-224
[3]
Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV
PUSTAKA SETIA. hal. 224-226.
[4]
http://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/tupoksi/