Kamis, 09 November 2017

Hakikat Koordinasi Bagi Pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Untuk dapat tercapainya efisisensi, efektifitas dan produktifitas dari setiap kegiatan pembangunan, perlu dilakukan koordinasi antar instansi terkait, bahkan perlu sebuah Team Work yang kuat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Agar tercapai efisiensi, efektifitas dan produktivitas pembangunan, perlu dilakukan suatu studi atau kajian tentang pentingnya koordinasi antar instansi terkait dalam melaksanakan tugas pembangunan daerah.
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang dilaksanakan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan nasional. Dalam pelaksanaannya pembangunan daerah tidak terlepas dari tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar. konsep pelaksanaan koordinasi antar instansi terkait, terutama dalam kaitannya ketika pelaksanaan pembangunan daerah, pada umumnya memperhatikan konsep yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin (Sondang P. Siagian : 1978). Koordinasi dalam pembangunan sangat diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang berbeda, dan Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses pembangunan sehingga akan tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi merupakan salah satu yang dapat dilakukan untuk menyelaraskan berbagai pelaksanaan kegiatan pembangunan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan kegiatan pembangunan mulai dari tingkat bawah sampai pada tingkat atas, sehingga terdapat kerjasama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan pelaksanaan pembangunan.Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dengan memberi instruksi/perintah, mengadakan pertemuan dan memberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat. Penetapan mekanisme dalam suatu kegiatan sangat penting untuk mengkoordinasi pekerjaan atau mengorganisasi satu kesatuan yang harmonis.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana Hakikat Koordinasi bagi Pembangunan ?
1.2.2        Bagaimana Koordinasi Perencanaan Pembangunan ?
1.2.3        Bagaimana Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan ?
1.2.4        Bagaimana Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan ?
1.2.5        Bagaimana Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Mengetahui Hakikat Koordinasi bagi Pembangunan.
1.3.2        Mengetahui Koordinasi Perencanaan Pembangunan.
1.3.3        Mengetahui Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan.
1.3.4        Mengetahui Pelaporan, Monitoring, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan.
1.3.5        Mengetahui Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.





BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Hakikat Koordinasi Bagi Pembangunan
1.1.1        Definisi Koordinasi
            Menurut James A.F. Stoner dan Chaerles Wankel (1986); Koordinasi adalah proses menyatupadukan tujuan dan kegiatan dari unit-unit (bagian atau bidang fungsional) suatuorganisasi yang terpisah untuk mencapai sasaran organisasi secara efisien.
Ricky W. Griffin (1972) menyebutkan koordinasi adalah suatu proses menghubungkan kegiatan-kegiatan dari bermacam-macam bagian organisasi.
Sondang P. Siagian (1978) mendefinisikan koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin.
Ateng Syafrudin (1976) memaknai koordinasi adalah proses rangkaian kegiatan menghubungi, bertujuan menyerasikan setiap langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang cepat untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
1.1.2        Hakikat, Prinsip, Syarat dan ciri koordinasi
a.      Hakikat Koordinasi
Hakikat koordinasi adalah menyatukan dan menyesuaikan kegiatan-kegiatan serta menghubungkan satu sama lain, menyangkutpautkan kegiatan-kegiatan tersebut menjadi suatu unit kerja.
Koordinasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menyelaraskan berbagai pelaksanaan kegiatan pembangunan agar tidak terjadikekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatandengan jalan menghubungkan, menyatukan danmenyelaraskan kegiatan pembangunan mulai daritingkat atas, sehingga terdapat kerja sama yangterarah dan usaha mencapai tujuan pelaksanaan pembangunan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dengan memberiinstruksi/perintah, mengadakan pertemuan danmemberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat.Penetapan mekanisme dalam suatu kegiatan sandgat penting untuk mengkoordinasi pekerjaan atau pengorganisasian satu kesatuan yang harmonis.
b.      Prinsip Koordinasi
Menurut Arifin Abdulrachman (1979), prinsip-prinsip koordinasi, yaitu:
1.      Efisiensi
2.      Kesatuan arah dan tujuan (konvergensi)
3.      Pervasivitas, memasuki segenap kegiatan manajemen dan pelaksanaan
4.      Ketepatan penggunaan alat koordinasi
5.      Koordinasi yang strategis
Menurut Dann Sugandha (1991), prinsip-prinsip koordinasi adalah:
1.      Kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama.
2.      Kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya.
3.      Ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan.
4.      Saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya pada saat tertentu, termasuk masalah yang dihadapi masing-masing.
5.      Koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama.
6.      Informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama dan memahami masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak.
7.      Saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.

c.       Syarat Koordinasi
Menurut Tripathi dan Reddy (1983), syarat untuk mencapai koordinasi yang efektif, yaitu:
1.      Hubungan langsung
2.      Kesempatan awal
3.      Kontinuitas
4.      Dinanisme
5.      Tujuan yang jelas
6.      Organisasi yang sederhana
7.      Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
8.      Komunikasi yang efektif
9.      Kepemimpinan dan supervise yang efektif
Menurut Melayu S. P. Hasibuan (1992), syarat-syarat koordinasi adalah sebagai berikut :
1.      Sense on Coorperation; perasaan untuk bekerjasama. Hal ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan (bukan orang per orang).
2.      Rivalry; dalam perusahaan-perusahan besar sering diadakan persaingan antar-bagian agar berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.
3.      Team Spirit; setiap bagian harus saling menghargai.
4.      Esprit de Corps; bagian-bagian yang diikut sertakan atau dihargai akan semakin bersemangat.

d.      Ciri Koordinasi
Soewarno Handayaningrat, dalam bukunya AdministrasiPemerintahan dalam pembangunan Nasional (1991), menyebutkan ciri-ciri koordinasi, yaitu:


1.      Tanggungjawab koordinasi terletak pada pimpinan
Oleh karena itu koordinasi adalah wewenang dan tanggung-jawab dari pada pimpinan. Dikatakan pimpinan yang berhasil apabila melakukan koordinasi dengan baik.
2.      Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama
Hal ini disebabkan karena kerja sama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi sebaik-baiknya.
3.      Koordinasi adalah proses yang terus-menerus
Artinya suatu proses yang bersifat berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
4.      Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur
Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang berkerjasama didalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
5.      Konsep kesatuan tindakan
Kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha atau tindakan-tindakan dari pada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian didalam mencapai hasil berama.


6.      Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama.
Tujuan dari koordinasi itu adalah tujuan bersama, yang berarti tidak hanya tujuan dari seorang pemimpin, tetapi juga tujuan dari seluruh anggota yang ada didalamnya.
e.       Sifat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007:87), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu :
1.      Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
2.      Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang coordinator dalam rangka mencapai sasaran.
3.      Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

1.1.3        Peranan dan Manfaat Koordinasi
Peranan dari Koordinasi yaitu agar dalam suatu organisasi terciptanya keselarasan tindakan, kesatuan usaha, kesesuaian, dan keseimbangan antara unit kerja.
Sebagai salah satu fungsi admnistrasi, koordinasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk memudahkan tercapainya tujuan organisasi. Koordinasi yang baik akan mengakibatkan terlaksananya tugas-tugas organisasi secara efisien dan efektif. Koordinasi adalah akibat logis dari adanya prinsip pembagian tugas, dimana setiap satuan unit kerja hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang lebih baik diperlukan kerja sama antar astuan kerja organisasi.
Menurut Hasibuan (2005:88) beberapa manfaat yang diperoleh apabila suatu organisasi menjalankan funsi koordinasi, yakni sebagai berikut :
a. Koordinasi dapat menghindarkan perasaan lepas satu sama lain antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
b. Koordinasi dapat menghindarkan perasaan atau pendapat bahwa organisasinya atau pejabatnya merupakan yang paling penting.
c. Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan timbulnya sebutan fasilitas atau pertentangan antar satuan organisasi atau antar pribadi.
d. Koordinasi dapat menghindarkan terjadinya peristiwa waktu menunggu yang memakan waktu yang lama.
e. Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya kekembaran pengerjaan terhadap sebuah aktifitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekembaran pengerjaan terhadap tugas oleh para anggotanya.
f. Koordinasi dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya kekosongan pengerjaan terhadap suatu aktifitas oleh satuan-satuan organisasi atau kekeosongan terhadap pengerjaan tugas oleh para anggotanya.
g. Koordinasi dapat menumbuhkan kesadaran diantara sesama anggota yang ada dalam satuan organisasi yang sama untuk saling memberitahukan masalah
h. Koordinasi dapat menjamin kesatuan langkah, tindakan, dan sikap serta kebiajaksanaan di antara para anggotanya.
1.1.4        Ruang Lingkup, Jenis, dan Pentingnya Koordinasi dalam Pembangunan
a.      Ruang Lingkup Koordinasi
George R. Terry (1964) menjelaskan bahwa ruang lingkup koordinasi dapat ditinjau dari sudut bidang-bidangnya, yaitu:
1.      Koordinasi dalam individu
Dari sudut pandangan manajemen, koordinasi jenis ini merupakan koordinasi yang paling tidak penting, tetapi kemampuan seorang individu untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dengan baik akan bergantung pada suksesnya ia mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya sendiri. Koordinasi individu adalah sangat penting untuk melaksanakan pekerjaan, seperti tukang bubut, tukang las, pengetik,tukang jahit dan sebagainya.
2.      Koordinasi antar individu dan suatu kelompok
contoh yang paling jelas mengenai koordinasi ini adalah suatu tim atau kesebelasan sepak bola. Tanpa koordinasi sulit bagi kesebelasan tersebut untuk memenangkan prtandingan.
3.      Koordinasi antar kelompok dalam suatu perusahaan
sebagai contoh adalah kegiatan bagian pegawai dalam mencari calon pegawai dan melatih pegawai-pegawai baru untuk bagian produksi dan bagian penjualan. Agar pelatihan dapat sukses maka manajemen kepegawaian harus menentukan dan mengetahui sumber kebutuhan pegawai yang tepat dari bagian produksi dan bagian penjualan dalam hubungannya dalam hal-hal seperti jumlah,kecakapan yang diperlukan, latar belakang calon yang di kehendaki, dan waktu pelatihan, agar mereka siap untuk bekerja. Calon-calon manakah yang dicari dan jenis serta jumlah pelatihan yang di berikan kepada mereka harus sewaktu-waktu disesuaikan dengan apa yang diperlukan oleh bagian-bagian masing-masing dimana calon-calon akan ditempatkan.
4.      Koordinasi antar perusahaan dan macam-macaam peristiwa dunia.
Kegiatan perusahaan secara keseluruhan harus sesuai dengan berbagai kekuatan diluar perusahaan. Hal ini meliputi perusahaan lain, tindakan peraturan pemerintah, dan kedudukan perekonomian nasional dan perekonomian dunia. Tidak ada perusahaan yang dapat berdiri sendiri, perusahaan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.misalnya seorang pemilik pabrik baja harus mengkoordinasikan kegiatannya dengan ekonomi nasional dan tidak mengesampingkan tindakan hokum pemerintah dalam daerah di tempet mana perusahaan itu didirikan.


b.      Jenis Koordinasi
Menurut Tosi dan Carrol (1982), koordinasi mempunyai dua jenis, yaitu sebagai berikut :
1.      Koordinasi Vertikal, yaitu menunjukkan pengembangan hubungan yang efektif dan disatupadukan antar kegiatan pada tingkat organisasi yang berlainan.
Contohnya yaitu persetujuan mengenai pengeluaran modal, pada tingkat wakil direktur dikoordinasikan dengan penyerahan dan penerimaan perlengkapan modal pada tingkat pelaksanaan.
2.      Koordinasi Horizontal, yaitu pegembangan hubungan yang lancar diantara individu atau kelompok pada tingkat yang sama.
Contohnya yaitu arus informasi yang tepat dari pemasaran ke pabrik tentang penjualan sehingga pabrik dapat mengembangkan rencana produksi yang efisien.
Menurut Soewarno Handayaningrat (1991), jenis-jenis koordinasi sebagai berikut :
1.      Koordinasi internal, terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, dan koordinasi diagonal.
a.  Koordinasi vertikal (koordinasi structural), yaitu antar pihak yang mengordinasikan secara structural terdapat hubungan hierarki. Koordinasi bersifat hierarki karena satu dan yang lainnya berada pada satu garis komando (line of command) . Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat terhadap kepala sub-direktorat yang berada dalam lingkungan direktoratnya.
b.   Koordinasi horizontal (koordinasi fungsional), yaitu pihak yang mengoordinasikan dan pihak yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan setingkat eselon. Menurut tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan anatar satu dan lainnya sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh kepala biro perencanaan departemen terhadap para kepala direktorat bina program pada tiap-tiap direktorat jenderal suatu departemen.
c.  Koordinasi diagonal (koordinasi fungsional), yaitu pihak yang mengoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi tingkat eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi antara satu dan  lainnya tidak berada pada garis komando (line of command). Misalnya, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh biro kepegawaian pada secretariat jenderal departemen terhadap para kepala bagian kepegawaian sekretarat direktorat jenderal suatu departemen.
2.      Koordinasi eksternal, terdiri atas koordinasi bersifat horizontal dan diagonal.
a.       Koordinasi eksternal yang bersifat horizontal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat bina program, direktorat jenderal transmigrasi terhadap kepala direktorat penyiapan tanah pemukiman transmigrasi, dan direktorat jenderal bina marga.
b.      Koordinasi eksternal yang bersifat diagonal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala badan administrasi kepegawaian Negara (BAKN) terhadap para kepala biro kepegawaian tiap-tiap departemen.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, Pasal 1: ada tiga jenis koordinasi, yaitu:
1.      Koordinasi fungsional, yaitu antar dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat.
2.      Koordinasi instansional, yaitu terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan.
3.      Koordinasi teritorial, yaitu terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu.
c.       Pentingnya Koordinasi dalam Pembangunan
Koordinasi sangatlah penting dalam pembangunan, karena di dalamnya terdapat banyak kegiatan yang berlainan dilakukan oleh banyak orang dalam banyak bagian. Kebutuhan koordinasi timbul sewaktu -waktu apabila satu orang atau kelompok bertanggung jawab atas kesempurnaan suatu tugas. Apabila terdapat keadaan saling bergantungan diantara kegiatan-kegiatan maka hasil yang efektif akan dapat tercapai.
Jika koordinasi ini tidak diterapkan dalam suatu pemerintah itu sendiri maka tidak akan menghasilkan pencapaian atau tujuan yang ingin dicapai dan pemerintah itu sendiri tidak akan terselenggara dengan baik seperti halnya yang dikatakan oleh handayaningrat bahwa koordinasi itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karna satu sama lain saling mempengaruhi. Pentingnya koordinasi antara lain sebagai berikut:
  • Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, kesamaan atau kekosongan pekerjaan.
  • Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk mencapai tujuan.
  • Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
  • Supaya semua pekerjaan masing-masing individu harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
  • Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan tepat pada sasaran yang diinginkan.
1.1.5        Kebutuhan koordinasi
Koordinasi adalah proses penyatupaduan tujuan dan kegiatan dari unit-unit yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai sasaran organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi antar individu dan bagian tidak dapat melihat peranan mereka dalam organisasi.
Koordinasi diperlukan  karena hal-hal berikut:
1.      Keadaan saling bergantung
Menurut James D. Tompson (Stroner, 1986), ada tiga macam keadaankeadaan saling bergantung antar unit-unit organisasi, yaitu:
a.       Keadaan saling bergantung yang disatukan (pooled interdependence)
b.      Keadaan yang saling bergantung berurutan (sequential interdependence)
c.       Keadaan saling bergantung timbal balik (reciprocal interdependeence)
2.      Faktor yang menyebabkan timbulnya timbulnya kebutuhan koordinasi.
Menurut Tripathi dan Reddy (1993), kebutuhan koordinasi timbul karena faktor-faktor berikut:
a.       Pembagian kerja.
b.      Keadaan saling bergantung antar unit.
c.       Kepentingan perseorangan versus kepentingan organisasi.
3.      Koordinasi dan saling bergantung
Tosi dan Caroll (1992) mentyatakan bahwa koordinasi adalah proses untuk memelihara dan mengembangkan hubungan yang baik antar kegaiatan.
1.1.6        Masalah koordinasi
1.      Diferensiasi atau perbedaan dalam sikap dan gaya bekerja mencakup:
a.)    Orientasi terhadap sasaran khusus.
b.)    Orientasi waktu
c.)    Orientasi antar perseorangan
d.)   Formalitas struktur
2.      Sebab-sebab timbulnya masalah koordinasi:
a.)    Kondisi organisasi dan koordinasi, mencakup:
1.)    Subsistem-subsistem silang bagian
2.)    Perbedaan jadwal waktu
3.)    Jarak geografis
b.)    Faktor manusia dan koordinasi, mencakup:
1.)    Persaingan mengenai sumber daya
2.)    Perbedaan dalam status dan arus pekerjaan
3.)    Tujuan-tujuan yang bertentangan
4.)    Penglihatan, sikap, dan nilai yang berlainan
5.)    Wewenang dan penunjukan pekerjaan meragukan
6.)    Usaha menguasai atau memengaruhi.
1.1.7        Teknik koordinasi
Menurut Tripathi dan Reddy (1995), beberapa teknik koordinasi yang penting adalah sebagai berikut:
1.      Hierarki
Alat yang paling tua dan sederhana untu mencapai koordinasi adalah hierarki atau rangkaian komando. Dengan menempatkan unit-unit yang saling bergantung dibawaah seorang atasan dapat dijamin adanya koordinasi antar kegiatan-kegiatannya.
Menurut Crhis Argyris (1972), sistem hierarki membuat individu-individu tidak bebas, pasif, dan kurang penting bagi pemimpin. Menurut Likert, Rensis, Struktur hierarkis mengganggu atau mengurangi komunikasi dan pengambilan keputusan.
2.      Peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan
Perincian peraturan prosedur, dan kebijakan merupakan alat untuk mengoordiansikan sub-subunit dalam pelaksanaan kegiatan yang sifatnya rutin.
Peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan standar ditentukan untuk mencakup semua situasi yang mungkin. Akan tetapi, alat ini mengakibatkan suatu “lingkaran setan” sehingga gangguan fungsi alat ini menimbulkan kepercayaan yang masih lebih kuat kepadanya. Artinya, uraian peraturan dan prosedur menurunkan lebih banyak peraturan dan prosedur untuk memeliharanya.
3.      Perencanaan
            Perencanaan merupakan cara unutuk mengetahui keadaan yang saling bergantung sehingga mencegah atau mengurangi kesulitan koordinasi.
4.      Panitia
            Pengikut sertaan panitia atau pengambilan keputusan kelompok merupakan alat koordinasi lainnya. Alat ini mengurangi kekakuan struktur hierarkis, meningkatkan komunikasi, memahami ide-ide yang efektif, mendorong penerimaan dan tanggung jawab atas kebijaksanaan, serta membuat pelaksanaannya menjadi lebih efektif.
5.      Ide-ide
            Mary Faker Follet menunjukan bahwa koordinasi tidak dapat dicapai hanya dengan memberikan perintah atau komando, karena hal ini akan menimbulkan perlawanan, hilangnya rasa harga diri, dan tidak adanya rasa tanngung jawab. Pemecahannya adalah memberikan perintah “tidak menurut selera”, menyatukan semua orang yang terlibat dalam studi stuasi dan mematuhinya.
6.      Indroktinasi
            Mengindroktinasi anggota organisasi dengan sasaran dan tugas organisasi dipergunakan dalam organisasi keagamaan dan militer. Menurut Selznick, tugas kepemimpinan itu tidak hanya membuat kebijakan, tetapi juga “membuat kedalam suatu struktur sosial organisasi”, suatu situasi yang penting setiap orang didalam organisasi tersebut spontan melindungi atau memajukan tujuan dan metode yang resmi.

7.      Insentif
            Memberikan insentif kepada unit-unit yang saling bergantung untuk bekerjasama. Seperti rencana pembagian laba, merupakan suatu mekanisme atau alat yang lain. Anjuran Arden menyatakan bahwa insentif meningkatkan semangat kelompok dan kooperasi yang lebih baik antar pegawai dan pekerja, antara atasan dan orang-orang bawahan, serta antara pekerja dan pekerja lain.[1]
2.1 Koordinasi Perencanaan Pembangunan
2.1.1        Perencanaan dalam Pembangunan
            Perencanaan pembangunan merupakan proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatatkan berbagai unsure didalamnya, yang mencakup pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan social dalam lingkungan wilayah atau daerah dalam jangka waktu tertentu.
            perkembangan yang terjadi pada skala global telah mempengaruhi pola pikir masyarakat menjadi lebih kritis dan kompleks. dalam situasi seperti ini, pemerintahan tibak bias lagi bertindak dengan menggunakan paradigm lama yang cenderung mendominasi peranan dalam pembangunan. selain karena akan memberatkan tugas pemerintah, hal itu juga tidak popular lagi dimasyarakat dan swasta yang cenderung ingin lebih berperan secara optimal sesuai dengan fungsinya masing-masing.
            dukungan masyarakat local dapat dilakukan dengan berperan aktif dalam proses perencanaan, dalam langkah pengawasan. peran aktif masyarakat dapat berarti berperan langsung dalam berbagai proses politik dan perwakilan, perumusan program, pelaksanaan dan pengawasan.

2.1.2        Aspek-aspek yang menghasilkan Rencana Pembangunan
            Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian agar menghasilkan rencana pembangunan adalah sebagai berikut :
a)      Lingkungan
Pembangunan yang kurang memerhatikan masalah lingkungan akan memiliki nilai evaluasi yang rendah terhadap perubahan, terutama yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan sebagai ornament penting dalam proses pembangunan.

b)      Potensi dan Masalah
potensi dan masalah merupakan fakta yang ada dilapangan dan menjadi pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan yang dapat menjadi dasar analisis berikutnya.
c)      Institusi perencanaan
institusi perencana harus berperan sebagai fungsi manajemen dalam bidang perencanaan pembangunan daerah dan bertanggungjawab penuh atas hasilnya. institusi perencana juga harus mampu mengkoordinasikan proses perencanaan pembangunan daerah secara intensif dan menyeluruh, serta menjadi motor penggerak yang dapat mengakomodisasi, menganalisis, menjabarkan berbagai,permasalahan dan kepentingan yang berbeda dari institusi teknis lainnya, menuju suatu konsensus bersama dalam wujud rumusan hasil perencanaan pembangunan daerah.
d)     Aspek ruang dan waktu
Aspek ini harus jelas menggambarkan kebutuhan dalam waktu yang tepat tentangperencanaan pembangunan daerah mulai disusun, diberlakukan, masa pemberlakuannya, serta waktu evaluasi atau perencanaan ulang.

e)      Legalisasi kebijakan
Implementasi legalisasi kebijakan terhadap hasil perencanaan pembangunan daerah harus sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan untuk menghindari atau meminimalkan berbagai efek yang timbul sebagi dampak dari proses pembangunan.
             Oleh karena itu, kegiatan perencanaan pembangunan daerah tidak dapat dilakukan secara individual, tetapi harus dilaksanakan secara tim, baik kerja sama tim antara anggota perencana maupun kerja sama institusional. Disamping itu, diperlukan keterlibatan berbagai pihak secara interdisipliner sehingga mampu melakukan pengkajian dan penganalisisan yang akurat dalam rangka perumusan hasil perencanaannya.[2]

3.1              Koordinasi Pelaksanaan Pembangunan
3.1.1        Makna Koordinasi dalam Pembangunan
Pelaksanaan forum koordinasi perencanaan pembangunan dirancang untuk mempertemukan aspirasi dari masyarakat dan aspirasi dari pusat (bottom up and top down), tetapi masih jauh dari kinerja yang diharapkan. Kebutuhan koordinasi timbul sewaktu-waktu apabila satu orang atau kelompok bertanggung jawab atas kesempurnaan suatu tugas. Apabila terdapt keadaan saling bergantung antarkegiatan, hasil pembangunan yang efektif akan dapat tercapai apabila kegiatan-kegiatan tersebut di koordinasikan.
3.1.2        Unsur-unsur yang Terlibat dalam Pembangunan
Pembangunan melibatkan berbagai unsur/ pihak/ komponen, baik sebagai objek maupun sebagai subjek. Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan peranan yang menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pu;a. Perbedaan tersebut menuntut adanya koordinasi dalam proses pembangunan sehingga proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis antarkomponen yang berbeda tersebut.
Koordinasi dalam pembangunan merupakan upaya untuk menyrasikan dan menyelaraskan aktivitas pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai komponen, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Dalam pelaksanaannya, koordinasi diterapkan dalam keseluruhan proses pembangunan sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan sampai dengan evaluasinya. Dalam hal ini, koordinasi meliputi keseluruhan proses manajemen pembangunan.
Dalam skala nasional ataupun local, fungsi pemerintah pada dasarnya adalah koordinator dalam pembangunan. Melaksanakan fungsi dan peran sebagai coordinator dalam pembangunan sebagaimana diperankan oleh pemerintah tidak mudah. Apalagi dalam unsure pemerintah tersebut, pelaku pembangunan terbagi dalam berbagai institusi, badan, lembaga, atau departemen sesuai bidangnya masing-masing. Disamping itu, komponen swasta dan masyarakatpun yang terbagi dalam berbagai fungsi dan peran, seperti kalangan industry, perbankan, jasa dan pelayanan, dan lain-lain. Hal tersebut semakin menegaskan pentingnya koordinasi sebagai alat untuk menyatupadukan fungsi dan peran yang berbeda agar terjalin suatu kerja sama yang baik, efektif, dan efisien sehingga tujuan bersama dapat tercapai.
3.1.3        Perlunya Koordinasi dalam Pembangunan
Beberapa alasan yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik dalam menilai diperlukannya koordinasi pembangunan adalah sebagai berikut :
a.         Koordinasi dalam pembangunan sangat diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang berbeda.
b.        Aktifitas dan kepentingan yang berbeda juga membawa konsekuensi logis terhadap adanya tanggungjawab yang secara fungsional berbeda pula.
c.         Terdapat institusi, badan, lembaga yang mnjalankan peran dan fungsinya masing-masing.
d.        Terdapat unsur sentralisasi dan desentralisasi yang dijalankan dalam proses pembangunan yang melibatkan institusi pusat ataupun daerah.
e.         Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses pembangunan sehingga akan tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai tujuan bersama.[3]

4.1  Pelaporan, Monitoring Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
4.1.1        Hakikat Pelaporan, Monitoring Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan pekalsanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta lebih memantabkan pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebaga wujud pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan instansi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai panduan dan aturan yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi pembangunan di daerahnya, yaitu dengan dikeluarkannya PP No. 39 tahun 2006 dan Permendagri No. 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Berdasarkan PP No. 39 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencan Pembangunan, yang kemudian disempurnakan dengan Permendagri No. 54 tahun 2010, Pemerintah daerah diminta untuk melaporkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan perencanaan mereka secara bertahap, Kabupaten/Kota melapor ke Provinsi, Provinsi mwlapor ke Departemen/Pusat. Sehingga setiap instansi pemerintah disorong untuk dapat akuntabel dan meningkatkan kinerja secara berkelanjutan.
Besarnya anggaran dan banyaknya kegiatan yang harus dilaporkan merupakan kesulitan tersendiri bagi pemerintah daerah untuk membuat laporan monitoring dan evaluasi pembangunan, apalagi dilihat dari lokasi dan jarak yang harus ditempuh.
Untuk itu, kpemerintah dan daerah membutuhkan Aplikasi Sistem informasi monitoring dan evaluasi pembangunan (SIMONEP) yang berbasis internet web based untuk memudahkan dan mempercepat proses pelaporan kegiatan pembangunan.
4.1.2        Tujuan monitoring dan evaluasi perencanaan pembangunan
Tujuan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, yaitu:
a.       Menjamin terlaksananya kebijakan, program, dan proyek sesuai dengan target dan rencana yang telah ditetapkan (on Track on Schedulle) (M)
b.      Ada umpan balik terhadap kebijakan, program, dan proyek, untuk diteruskan dengan perbaikan atau dihentikan (M/E)
c.       Membantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan proyek (E)
d.      Kebijakan, program, dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana public (akuntabilitas) (E)

4.1.3        Hasil Akhir Pelaporan
            A. Evaluasi
            Pengendalian adalah serangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang cepat bertujuan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hasil akhirnya berupa tindakan/keputusan.
            Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program. Evaluasi adalah penilaian yang objektif dan sistematik terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung, atau pun yang telah diselesaikan.
            Evaluasi menurut PP 39/2006 adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan. Masukan untuk perencanaan yang akan datang.
            Evaluasi dilakukan secara periodik dan berkala. Evaluasi bertujuan untuk menganalisa data yang telah diperoleh dari monitoring, memberikan penilaian atas pelaksanaan rencana, dan sebagai umpan balik periodic kepada pemangku kepentingan utama.
            B. Periodisasi Pelaksanaan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
            Periodisasi pelaksanaan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan, melalui tahapan berikut :
1.      Perencanaan (ex ante).
Tahapan dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan. Tahapan ini dilakukan untuk melihat rasionalitas pilihan, target, dan kesesuaian antardokumen perencanaan.
2.      Pelaksanaan (on going).
Tahapan dilakukan saat pelaksanaan kegiatan. Tahapan ini dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
3.      Pasca pelaksanaan (ex post).
Tahapan dilaksanakan setelah pelaksanaan rencana berakhir. Bertujuan untuk menilai pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program sehingga mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan, serta untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan dampak terhadap sasaran, ataupun manfaat dari suatu program.

C. Evaluator dan Kegiatannya
            Evaluator adalah pihak (perseorangan/kelompok) yang melakukan evaluasi pelaksanaan suatu kegiatan. Jenis evaluator adalah sebagai berikut :
1.      Evaluator Internal
Mengetahui lebih banyak tentang sejarah, organisasi, budaya, problem, keberhasilan, dan mungkin berada terlalu dekat (dengan yang dievaluasi).
2.      Evaluator Eksternal
Mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi dan keahlian yang lebih spesifik, dan tidak terikat dengan keputusan administratif dan keuangan.
3.      Evaluator Indenpenden
Terbebas dari pengaruh apa pun, tidak fokus dan politis.
4.      Evaluator Partisipatif
Sebuah langkah lebih radikal keluar dari model evaluasi mandiri, wakil dari pemangku kepentingan (termasuk penerima manfaat) bekerja sama merancang, melaksanakan dan menerjemahkan evaluasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh evaluator adalah sebagai berikut :
1.      Merencanakan dan melaksanakan evaluasi (atau mempekerjakan staff untuk melaksanakan evaluasi)
2.      Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan (tidak ada sub-ordinasi), mengidentifikasi standar efektivitas.
3.      Mencari, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan melaporkan data serta temuan, memberikan rekomendasi, mengelola anggaran evaluasi, dan mengembangkan teori perubahan/evaluasi.


Evaluasi berdasarkan SPPN Pasal 29 UU No. 25/2004 tentang SPPN :
1.      Pimpinan Kementerian/Lembaga melalukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan.
2.      Kementerian/Lembaga periode sebelumnya dan Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Perangkat Daerah periode sebelumnya.
Proses Evaluasi Pasal 29 UU No. 25/2004 tentang SPPN :
1.      Menteri/Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan.
2.      Kementerian/Lembaga dan Evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Evaluasi bermanfaat sebagai bahan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional/daerah untuk periode berikutnya.
4.1.4        Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Terpadu
            Laporan hasil monitoring dan evaluasi terpadu (contohnya pada lingkup kementerian kelautan dan perikanan) adalah sebagai berikut:
1.      Ringkasan hasil monitoring dan evaluasi disampaikan Pimpinan Esselon I kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 1 minggu setelah pelaksanaan monitoring dan evaluasi dengan tembusan kepada Esselon I lingkup KKP.
2.      Laporan hasil monitoring dan evaluasi secara lengkap disampaikan Pimpinan Esselon I kepada Sekretaris Jenderal paling lambat 1 bulan setelah pelaksanaan monitoring dan evaluasi dengan tembusan kepada Esselon I lingkup KKP sesuai outline terlampir.
3.      Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi terpadu unu dapat dimanfaatkan untuk :
a.       Memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan program/kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan tahun berikutnya.
b.      Bahan koordinasi program/kegiatan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan serta lintas sektor.
4.      Sebagai tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi terpadu, Pimpinan Esselon I sesuai kewenangannya perlu mengambil langkah-langkah :
a.       Perbaikan terhadap permasalahan yang ada dengan memerhatikan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
b.      Mengoordinasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan instansi lain.

2.5              Tugas Pokok dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
1.         Pengambilan Kebijakan
a.       Perencanaan   : Penyusunan rencana pembangunan Nasional
b.      Penganggaran : Penyusunan alokasi pendanaan
c.       Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan Nasional
d.      Penanganan permasalahan mendesak dan berskala besar, sesuai penugasan Presiden.
2.         Koordinasi
a.       Koordinasi dan perumusan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan.
b.      Koordinasi pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta pengalokasian dana pembangunan bersama Kementerian/Lembaga terkait.
c.       Koordinasi kegiatan strategis penanganan permasalahan mendesak dan berskala besar, sesuai penugasan Presiden.
3.         Think-Tank
a.       Pengkajian kebijakan di bidang perencanaan pembangunan, dan kebijakan lainnya.
b.      Fasilitas pembinaan instansi atau unit perencanaan di pusat dan di daerah.
c.       Kerjasama dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi.
4.         Administrasi
a.       Pengelolaan dokumen perencanaan
b.      Penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan pelaksanaan pembangunan
c.       Penyusunan dan pengelolaan laporan hasil evaluasi
d.      Pembinaan dan pelayanan administrasi umum.[4]
Sebagai lembaga perencanaan pembangunan nasional yang mempunyai tugas pokok melakukan koordinasi penyusunan rencana pembangunan nasional. Bappenas juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Sesuai tugas masing-masing, Bappenas membuat perencanaan termasuk belanja prioritas dan kebijakan money follow program, sesuai arahan Presiden. Sedangkan Kemenkeu mengeksekusi perencanaan tersebut dan membantu mendorong K/L, dalam hal belanja dengan lebih cepat, tepat sasaran dan efisien .











BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha pencapaian tujuan bersama. Koordinasi adalah proses yang mengatur agar pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun menjadi suatu kebutuhan yang terintegrasi dengan cara seefisien mungkin. Koordinasi dalam pembangunan sangat diperlukan sebagai konsekuensi logis dari adanya aktifitas dan kepentingan yang berbeda, dan Koordinasi merupakan alat sekaligus upaya untuk melakukan penyelarasan dalam proses pembangunan sehingga akan tercipta suatu aktifitas yang harmonis, sinergis, dan serasi untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam melaksanakan koordinasi, pemerintah provinsi mempunyai fungsi: mengidentifikasi kaitan dan kepentingan antara instansi baik fungsional, sektoral maupun regional, memadukan kegiatan-kegiatan yang sejenis dan berkaitan, menyerasikan jadwal pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh berbagai instansi, mengikuti perkembangan pelaksanaan tugas instansi, mengadakan evaluasi pelaksanaan tugas instansi, dan meminta keterangan pelaksanaan tugas instansi.
3.2              Saran
Penulis berharap dengan dilakukannya koordinasi yang baik antar instansi maupun antar atasan ke bawahan, maka akan meningkatkan produktivitas kerja dan juga dapat mempermudah mencapai tujuan yang telah direncakan sebelumnya.




DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV PUSTAKA    SETIA
Ismardi, Ismael. 1991. Teknik Koordinasi. Padang: Diklat Propinsi Sumatera Barat
Malo, Manasse. 1986. Metode Penelitian Sosial. Modul 1-5 Universitas Terbuka. Jakarta: Karunike
Soetrisno, Loekman. 1997. Pember-dayaan Masyarakat Desa dan Masalah di Indonesia. Makalah Seminar Hastanas di Bengkulu 1997
Usman, Wan. 1996. Makalah Semlok. Rencana Pembangunan. Jakarta: PKN UI
http://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/tupoksi/



[1] Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. hal. 214-222

[2] Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. hal. 222-224
[3] Anggara, Sahya. 2016. Administrasi Pembangunan. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. hal. 224-226.
[4]   http://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/tupoksi/